3 Tahun GMSSSKM: Alhamdulillah Budaya Malu Mulai Tumbuh

aa
Clean Up Day, Sungai Karang Mumus. Memungut sampah di lantai sungai.

SAMARINDA.NIAGA.ASIA-Pekerjaan tersulit di negeri ini adalah membangun budaya malu. Membuang aneka macam sampah ke Sungai Karang Mumus (SKM) selain karena faktor kebiasaan dan ingin serba praktis, juga karena faktor hilangnya budaya malu. Membangun budaya malu membuang sampah ke sungai, salah satu program prioritas Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus. (GMSSSKM) Samarinda.

Perkembangan budaya malu membuang sampah ke sungai di masyarakat Samarinda saat ini menjadi bahan evaluasi Pengurus GMSSSKM yang dikomandani di lapangan oleh Misman, Iyau, Yustinus Sapto Hardjanto, Krisdiyanto, dan Keinan Harjanie, istri dari H Hermanto, menurut mereka sudah mulai tumbuh.

Misalnya Iyau yang sehari menjaga Posko Pungut Sampah GMSSSKM di Jalan Abdul Muthalib, di samping Masjid Al-Misbah, anak-anak di lingkungan posko yang mengawali membangun budaya malu membuang sampah ke sungai, kemudian hal itu menular ke orang-orang tua. “Alhamdulillah, warga di sekitar posko sudah ampihan membuang sampah ke sungai. Itu pertanda positif dan penyemangat,” katanya.

Tiga tahun lalu, relawan yang berasal dari berbagai komunitas, memungut aneka macam sampah, mulai dari lemari plastik, ban bekas, televisi bekas, kursi dan ranjang bekas, ayam mati, dan sampah plastik lainnya, tapi sekarang sudah berkurang. “Sekarang sampah yang dominan adalah sampah platik bekas minuman kemasan dan pampers bayi,” ujar Iyau.

Karang Mumus Clean Up Day, 23 September 2018

Luar Biasa Semangat Gotong Royong Merawat Sungai Karang Mumus

Sekolah Sungai Karang Mumus

Memperingati HUT Ke-3 GMSSSKM Samarinda yang digagas wartawan di Samarinda menyelenggarakan kegiatan di dua tempat. Hari Jumat (21/9) persis terbentuknya GMSSSKM dilakukan syukuran bersama warga Muang, Lempake di Sekolah Sungai Karang Mumus (SeSuKaMu) yang dikoordinir Yustinus Sapto Hardjanto dan Krisdiyanto. Selain syukuran, pengurus juga mengajak perwakilan dari NGO Planete Urgence dari Prancis, Romain Chequer  dan  Financial Control Planete Urgence, Patricia Vega Del Rio.

aa
H Andi Sofyan Hasdam dan Sril Lestari Nusyirwan memungut sampah plastik di permukaan sungai di Clean Up Day Sungai Karang Mumus.

Kegiatan yang berpusat di SeSuKaMu ada tiga. Pertama mengedukasi masyarakat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa untuk membangun budaya bersih lingkungan dan menjaga agar sungai tetap sehat dengan cara tidak lagi membuang sampah ke sungai. Melakukan pembibitan benih pohon penghijau dan menanam pohon penghijau di riparian sungai. “Kita juga tengah menyemai 10 vegetasi asli Sungai Karang Mumus,” ungkap Yustinus

Kemudian, hari Minggu (23/9) dilakukan kegiatan Clean Up Day di Sungai Karang Mumus. Kegiatan dipusatkan di Posko GMSSSKM di Jalan Abdul Muthalib. Dari panggi hingga siang sudah turun ke sungai memungut sampah sebanyak 11 komunitas dan dari siang hingga sore akan ada lagi 10 komunitas, termasuk dari Partai NasDem diwakili H Sofyan Hasdam dan Ny Sri Lestari Nusyirwan serta kawan-kawan. “Kita perkirakan sampah plastik yang diangkat dari permukaan sungai 500 kilogram,” kata Misman.

Terbuka untuk semua komunitas

                Menurut Misman, saat ini kegiatan pungut sampah di permukaan sungai maupun lantai sungai lebih banyak dikoordinir Iyau. Iyau yang bertanggung jawab akan alat dan peralatan yang diperlukan, mulai dari perahu, pengait sampah, baju keselamatan, dan lainnya. “”Siapa saja yang berkeinginan memungut smpah di sungai difasilitasi, kita terbuka untuk semua komunitas,” ujarnya.

Ditambahkan Iyau yang kini mengin jak usia 47 tahun dan asli lahir dan besar di Sungai Karang Mumus, komunitas yang ingin memungut sampah dilayani sama, meski datang dengan baju berbeda-beda, ada berseragam sekolah, organisasi, maupun partai masing-masing. “Kita kan tidak bisa melarang orang dengan baju seragamnya masing-masing,” katanya sambil tersenyum.

aa
Clean Up Day Sungai Karang Mumus, 23 September 2018 diikuti 20 lebih komunitas.

Ia berharap secara bertahap terbangun budaya malu, terutama di warga yang tinggal di bantaran sungai tidak lagi membuang sampah ke sungai. Semakin aktif relawan memungut sampah, rupanya itu membangun rasa malu di warga membuang sampah ke sungai,” ujarnya.

Menumbuhkan budaya malu membuang sampah ke sungai Karang Mumus tentu saja perlu kerja keras karena badan sungai yang membentang sejauh 17 kilometer ini sudah disesaki pemukiman, warga yang tinggal juga datang silih berganti sebangai penyewa rumah “murah”. Harga sewa rumah di bantaran SKM rata-rata Rp500.000 per bulan, tapi segala macam kerusakan rumah ditanggung penyewa.

Memulihkan, Merawat dan Menjaga Sungai Karangmumus

Catatan 3 Tahun GMSSSKM: Belajar Untuk Tidak Bicara Lagi

Kondisi DAS Karang Mumus Paling Kritis di Kalimantan Timur

Soal sungai yang bau, Misman menyebut berasala dari limbah cair yang dibuang ke sungai, termasuk yang berasal dari Pasar Segiri. Limbah rumah tangga bisa berupa deterjen. Kalau rumah di bantaran ada 8000 dan menggunakan deterjen 1 kilogram per bulan, maka 8 ton deterjen masuk ke sungai per bulan, atau  rata-rata 258 kilogram per hari. Belum lagi shampo, minyak goreng bekas, dan olie bekas, limbah industri tahu tempe, dan sebagainya.

Apakah pengurus GMSSSKM yang sehari-hari di lapangan tidak jenuh? Menurut Misman dan Iyau, pasti ada rasa jenuh, tapi melihat sokongan tenaga yang diberikan warga, rasa jenuh menjadi hilang dan diganti dengan semangat. “Banyak sokongan dari masyarakat membuktikan bahwa budaya gotong royong masih kuat di masyarakat dan masih ada rasa cinta terhadap sungai,” kata Iyau. (001)