Ada Karya Seni yang Menyebabkan Benturan Budaya

Supriyadi ketika menjadi juri lomba kerajinan Dekranasda Kaltim tahun 2022 lalu. (Foto Hamdani/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Seni sebagai sebuah karya cipta manusia bukan sekadar mengutamakan segi estetika atau keindahan saja, namun harus benar dan sesuai dengan adat istiadat.

Menurut budayawan Supriyadi, keindahan sebuah karya seni yang tidak benar dan tidak sesuai dengan adat istiadat, niscaya menimbulkan benturan budaya antara pelaku seni dan pemilik budaya.

“Dalam menciptakan karya seni apalagi yang di dalamnya ada muatan atau konten lokal, hal tersebut harus sangat diperhatikan,” ucap Supriyadi di sela Saraseharan Pengembangan Ekonomi Kreatif Dispar Kaltim, Kamis (16/3) di Zoom Hotel, Samarinda.

Sebagai contoh, Supriyadi yang juga seorang desain motif batik terkemuka di Kaltim ini menyebut, banyak motif etnis Dayak yang dipakai sebagai motif batik dan karpet yang menyalahi adat istiadat.

Ada  ukiran ‘lungun’ (peti mati) Dayak, tuturnya, dijadikan motif karpet yang diinjak-injak atau dijadi motif batik.

“Memang secara estetika ukiran ‘lungun’ itu bagus, tapi tidak pada tempatnya kalau dijadikan karpet yang diinjak-injak dan batik yang dijadikan busana. Ini sebuah contoh  penempatan dari sebuah karya seni yang salah,” tandasnya

Demikian juga, lanjutnya, ada beberapa ukiran Dayak untuk upacara atau ritual tertentu yang dijadikan motif batik. Di seni pertunjukan pun sering terjadi hal yang serupa. Ada kreasi tari Dayak yang keluar jauh dari pakem gerak dan busana tari yang sebenarnya.

“Bahkan saya pernah menonton sebuah pementasan tari dan teater, Hudoq dibunuh. Padahal Hudoq itu bukan figur jahat. Hudoq  itu disimbolkan sebagai dewa yang turun ke bumi untuk menyuburkan tanah.”

Sehingga akibatnya, para kepala suku/adat banyak yang komplain, bahkan ada Seniman yang kena denda adat. Ke depannya, ihwal tersebut harus dihindari.

Supriyadi memberi solusi, harus ada semacam workshop bagi pelaku ekonomi kreatif dan seniman dengan menghadirkan para budayawan dan tokoh adat etnis Dayak sebagai narasumber.

“Sehingga tidak ada lagi benturan budaya,” tambahnya.

Sejak beraktivitas di seni rupa, terutama dalam hal membatik dan membuat motif ukiran yang sesuai dengan nilai-nilai adat istiadat, Supriyadi telah menyusun beberapa buku, di antaranya berjudul ‘Ragam Hias Kaltim’ dan ‘Mutiara Kaltim’ yang diterbitkan Dekranas pusat dan Dekranasda Kaltim.

Penulis: Hamdani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim

Tag: