
TIMIKA.NIAGA.ASIA – Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyatakan pihaknya sudah memutuskan untuk menggelar “operasi siaga tempur darat” di beberapa wilayah yang dianggap rawan di Papua.
Hal itu dinyatakan Yudo Margono dalam jumpa pers di Timika, Papua Pegunungan, Selasa (18/04).
Yudo juga memastikan satu anggota TNI tewas tertembak oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Prajurit itu meninggal saat terlibat operasi pembebasan pilot Susi Air yang berkewarganegaraan Selandia Baru, Philip Max Merhtens.
Adapun empat prajurit TNI lainnya dinyatakan masih dalam “pencarian”.
Dalam jumpa pers, Yudo mengatakan dari 36 prajurit yang terlibat operasi penyergapan, satu orang prajurit bernama Pratu Miftakhul Arifin meninggal dunia.
Sementara itu, empat personel TNI dinyatakan mengalami “luka-luka” dan empat personel lainnya masih “belum terkonfirmasi sampai saat ini”.
“Pada saat ini kita konsentrasi untuk evakuasi yang meninggal, yang terjatuh di jurang, dan ini kita usahakan untuk evakuasi, sampai saat ini belum berhasil karena cuaca.
“Tapi kita konsentrasi atau prioritaskan mereka-mereka yang luka, kita akan bawa ke rumah sakit,” kata Laksamana Yudo dalam jumpa pers yang dilakukan di Lapangan Udara Yohanis Kapiyau, Timika, Papua Tengah, Selasa (18/04).
Melihat kondisi yang terjadi di lapangan saat ini, Panglima Yudo memutuskan untuk menerapkan “operasi siaga tempur darat” di beberapa wilayah yang dianggap rawan, salah satunya di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan— tempat kontak senjata itu terjadi.
“Artinya ditingkatkan dari yang tadinya soft approach, dengan menghadapi serangan yang seperti ini, yang seperti terjadi tanggal 15 April yang lalu, tentunya kita tingkatkan menjadi siaga tempur untuk pasukan kita sehingga naluri tempurnya terbangun,” tegas Yudo.
Operasi teritorial dan komunikasi sosial juga akan tetap diterapkan di wilayah-wilayah yang dianggap tidak rawan.

Yudo juga menegaskan tidak ada penambahan personel dan alutsista di lapangan setelah kejadian tersebut dan hanya ada rotasi pasukan.
Sejauh ini Panglima Yudo mengatakan belum bisa memastikan perubahan seperti apa yang terjadi di lapangan karena pihaknya masih harus melakukan berbagai evaluasi.
Bagaimanapun Selandia Baru “masih menyerahkan sepenuhnya” upaya penyelamatan pilot Susi Air itu kepada Indonesia.
Pada 15 April lalu, pasukan menerima informasi bahwa pilot berada di Distrik Mugi, Nduga, Papua Pegunungan. Pasukan lantas melakukan operasi penyergapan ke lokasi.
“Harapan kita bersama dengan masyarakat di situ, barangkali kita bisa laksanakan untuk komunikasi koordinasi supaya [pilotnya] diserahkan, mungkin tidak perlu dengan kekerasan. Tapi ternyata belum sampai sana, di jalan sudah dihadang dan ditembak seperti itu,” papar Yudo.
Dalam peristiwa itu satu prajurit terjatuh ke jurang dan meninggal dunia, ada juga yang terkena tembakan, terserempet peluru, dan terpeleset.
“Saat melaksanakan evakuasi ini dilaksanakan apa penyerangan oleh KST [Kelompok Separatis Teroris) sehingga pasukan kita di samping konsentrasi mengamankan dan juga mempertahankan diri,” kata Yudo menjelaskan.
Dengan pihak TNI merilis informasi resmi setelah kontak tembak di Mugi itu, Panglima Yudo menyatakan segala informasi yang disampaikan Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambim sebagai “berita hoaks” yang selalu “menyudutkan mereka.
Sebelumnya, Sebby Sambom mengklaim setidaknya 12 anggota TNI tewas dalam kontak tembak penyergapan pilot di Mugi. Mereka juga telah merampas beberapa senjata milik TNI.
“Dalam laporannya Perek Kogeya mengatakan bahwa mereka telah melakukan serangan, dan dalam serangan ini mereka berhasil tembak mati 13 anggota militer Indonesia, dan 12 mayatnya belum di evakuasi, namun TNI hanya evakuasi satu mayat saja,” bunyi keterangan tertulis TPNPB-OPM yang disampaikan Sebby Sambom.

Tewasnya anggota TNI yang bertugas dalam operasi penyelamatan pilot Susi Air, Philip Max Mathens, disebut pengamat menjadi penanda bahwa pendekatan kekerasan “hanya menyisakan nyawa” alias tidak akan menyelesaikan konflik di Papua.
Sebab korban jatuh tidak hanya dari aparat keamanan tetapi kelompok bersenjata pro-kemerdekaan dan masyarakat sipil.
Kendati demikian, Kapuspen TNI Julius Widjojono, memastikan pihaknya akan tetap melakukan pendekatan ‘keras’ berupa bantuan tempur dengan kekuatan maksimal pasca-insiden yang terjadi Sabtu (15/04) lalu.
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan TNI menghadapi tantangan berat untuk bisa membebaskan pilot Susi Air, Philip Max Marthens, dari tangan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
TPNPB-OPM, menurutnya, lebih menguasai medan tempur dan cuaca ekstrem yang tak bisa diprediksi.
Sehingga peluang mereka memenangkan pertempuran jauh lebih besar.
Hal itu terbukti dari peristiwa baku tembak yang terjadi pada Sabtu (15/04).
Kelompok TPNPB-OPM mengeklaim setidaknya 12 anggota TNI yang tewas, namun TNI mengeklaim korban dipihaknya satu orang dalam operasi pengintaian dan upaya penyelamatan sandera.
“Ibaratnya mereka [kelompok kriminal bersenjata] yang sembunyi kan lebih safe ketimbang yang bergerak [TNI/Polri],” ujar Khairul Fahmi kepada BBC News Indonesia, Minggu (16/04).
Berkaca pada insiden itu, dia menilai TNI harus mengevaluasi terlebih dahulu operasi penyelamatan yang lalu, sebelum mengerahkan kekuatan maksimal.
Karena ada kemungkinan operasi rahasia dan senyap tersebut bocor.
“Ada evaluasi apakah pengadangan yang berakhir dengan kontak tembak antara kelompok kriminal bersenjata dan TNI karena operasi ini terdeteksi oleh KKB? Atau personel di lapangan yang tidak berhati-hati?”
“Kalau ada kebocoran informasi fatal.”

Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI, Julius Widjojono, mengatakan Panglima TNI Yudo Margono telah memerintahkan agar upaya yang pencarian tetap dilakukan dan “bantuan tempur dengan kekuatan maksimal” diberlakukan.
Bantuan tempur dan kekuatan maksimal itu, menurut Khairul Fahmi, bisa dimaknai sebagai tindakan kekerasan yang lebih tinggi dari sebelumnya kendati bukan perang.
“Misalnya jika harus dilumpuhkan ya dilumpuhkan, jika harus ditembak mati, ya tembak mati. Ada kemungkinan pasukan lain digerakkan untuk mengamankan tim penyelamat di area.”
Akan tetapi, langkah itu harus dihitung betul-betul agar jangan sampai jatuh korban lebih banyak dan berpotensi menghilangkan nyawa sandera, kata Khairul Fahmi.
Dia juga berkata, sedari awal pemerintah dan TNI memang tidak hanya mengandalkan upaya persuasif untuk membebaskan pilot Philip Max Marthens.
Di sisi lain, operasi penyelamatan oleh pasukan khusus dijalankan dengan senyap kendati sifatnya baru sebatas pengintaian.
Namun jika di lapangan terlihat ada peluang untuk mendekati sasaran dan melakukan evakuasi dengan risiko minim, maka strategi pembebasan bisa berganti ke operasi penegakan hukum, ujarnya.
“Jadi ini masih satu kesatuan misi tapi tidak dibuka saja.”
“Kalau kita lihat kondisi pilot cukup baik, itu memberi ruang dan waktu bagi pemerintah dan aparat keamanan untuk mendesain atau merencanakan operasi yang lebih aman.”
**) Artikel ini bersumber dari BBC News Indonesia yang sudah tayang dengan judul; Operasi pembebasan pilot Susi Air: TNI ‘siaga tempur’ hadapi TPNPB-OPM di wilayah ‘rawan’ Papua – ‘empat prajurit TNI masih dicari’
Tag: KKB Papua