Pemprov Kaltim Sudah Manfaatkan Dana Insentif Pengurangan Emisi GRK

Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Kaltim, Muhammad Arnains, SE, MT dalam Konferensi Pers bersama Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kaltim, diwakili Asisten Pokja Mitigasi Perubahan, Wahyudi Iman Satria, dan Ahli Muda Penggerak Swadaya Masyarakat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kaltim, Muriyanto, S.STP, M.Si dengan moderator Irene Yuriantini, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Provinsi Kaltim di Hote Fugo Samarinda, Rabu siang (27/12/2023). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim)  tahun 2023 sudah memanfaatkan dana insentif pengurangan emisi (Gas Rumah Kaca-GRK) deforestri dan degradasi hutan di Kaltim atau dana Program REDD+ KLHK Wold Bank melalui FCPF (Forest Carbon Partnership Facility/FCPF-Carbon Fund) yang berhak dikelolanya Rp69,164 miliar dan menyalurkan ke 8 kabupaten/kota se-Kaltim sebesar Rp41,307 miliar, atau totalnya Rp110 miliar lebih.

Demikian disampaikan Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Kaltim, Muhammad Arnains, SE, MT dalam Konferensi Pers bersama Dewan Daerah Perubahan Iklim Provinsi Kaltim, diwakili Asisten Pokja Mitigasi Perubahan, Wahyudi Iman Satria, dan Ahli Muda Penggerak Swadaya Masyarakat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Kaltim, Muriyanto, S.STP, M.Si dengan moderator Irene Yuriantini, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Publik Dinas Kominfo Provinsi Kaltim di Hote Fugo Samarinda, Rabu siang (27/12/2023).

Tahun  2022 Kaltim menerima dana penurunan emisi sebesar Rp260 miliar dari Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), selain Rp110 miliar bagi Pemprov Kaltim dan 8 kabupaten/kota, sebesar Rp150 miliar bagi 441 desa di 8 kabupaten/kota se-Kaltim.

Dua daerah yang tidak berhak menerima dana insentif deforestri dan degradasi hutan adalah  Kota Samarinda dan Bontang, karena sama-sama tidak mempunyai kawasan hutan minimal 500 hektar, sebagaimana dipersyaratkan.

“Sedangkan Kota Balikpapan dan Bontang memperoleh dana insentif, karena mempunyai hutan mangrove yang luasan 500 hektar lebih,” kata Arnains.

Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Kaltim, Muhammad Arnains. (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

Menurut Arnains, dari dana Rp110 miliar di Pemprov Kaltim tersebut, sebesar Rp69,154 miliar sudah disalurkan tahun 2023 ke 10 SKPD di lingkup Pemprov Kaltim. Rinciannya, ke Dinas Kehutanan Rp35,742 miliar, Biro Perekonomian menerima Rp10,241 miliar.

Kemudian, Dinas Perkebunan Rp5,212 miliar, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Rp5,028 miliar, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Rp3,622 miliar, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltim Rp2,887 miliar, Dinas Kominfo Rp1,5 miliar, DPM dan PTSP Rp320 juta dan Biro Adpim Setdaprov Kaltim Rp900 juta.

“Sedangkan sisanya Rp41,307 miliar disalurkan ke Pemkot Balikpapan Rp3,043 miliar, Berau Rp7,360 miliar, Kutai Barat Rp5,702 miliar, Kutai Kartanegara Rp4,163 miliar, Kutai Timur Rp6,827 miliar, Mahakam Ulu Rp4,589 miliar, Paser Rp6,354 miliar, dan Penajam Paser Utara (PPU) Rp3,265 miliar,” terang Arnains.

Penggunaan dana insentif deforestri dan degradasi hutan oleh Pemprov Kaltim dan  8 kabupaten/kota se-Kaltim untuk 16 kegiatan yang ada hubungannya dengan penurunan emisi GRK, pencehagan kerusakan hutan, dan pelestarian hutan, meliputi; Bantuan penyusunan tata ruang desa; Program kampung iklim; Identifikasi dan Pengakuan Masyarakat Adat; Pengembangan kelompok tani dan dukungan produksi; Pengembangan perkebunan berkelanjutan; Pemantauan kawasan bernilai konservasi tinggi; Pembentukan kelompok tani pencegah kebakaran dan fasilitas pendukung.

Selanjutnya; Pembentukan kelompok nelayan; Penetapan pengelolaan mangrove di luar kawasan hutan; Mempermudah perizinan perhutanan sosial; Fasilitasi lembaga perhutanan sosial; Peningkatan kapasitas kelompok tani hutan, kelompok usaha perhutanan sosial, dan atau kelembagaan perhutanan sosial; Pendirian, penunjang operasional, dan fasilitas masyarakat pencegah kebakaran hutan; Pendirian, penunjang operasional, dan fasilitas masyarakat perlindungan hutan; dan terakhir; Pengembangan pengelolaan hutan produksi berkelanjutan dan pengurangan dampak penebangan, serta komunikasi program.

“Keberhasilan Kaltim menurunkan emisi GRK dari sektor deforestri dan degradasi hutan, menjadikan Kaltim satu-satunya hingga saat ini menerima dana kompensasi dari Bank Dunia,” pungkas Arnains.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan 

Tag: