
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Akhir tahun 2023, angka stunting di Kabupaten Nunukan pada 15,8 persen, atau sudah mendekati angka yang ditargetkan pemerintah pusat 14 persen pada akhir tahun 2024. Penurunan yang cukup signifikan itu dipengaruhi oleh membaiknya pola hidup ibu hamil dan anak.
“Angka stunting tahun 2023 sebesar 15,8 persen itu sudah turun banyak dibandingkan tahun 2022 dimana angka stunting mencapai 30,5 persen,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DKPPKB) Nunukan, Hj. Miskia pada Niaga.Asia, Selasa (19/06/2024).
“Dalam kegiatan menurunkan stunting ini pemerintah mengandalkan peran petugas Puskesmas dan Posyandu,” sambungnya.
Turunnya tren angka stunting di Kabupaten Nunukan tergambar dalam aplikasi online Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) dan versi Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), dimana secara konsisten stunting Nunukan menurun dari tahun ke tahun.
Meski demikian, Miskia mengatakan, keberadaan pendatang, termasuk WNI yang dideportasi dari Malaysia, kemudian tinggal menetap di Nunukan tanpa memiliki pekerjaan, sangat mempengaruhi angka atau prevalensi stunting di Kabupaten Nunukan.
Capaian 15,8 persen angka stunting tersebut masih diatas target pemerintah pusat dan instruksi presiden Joko Widodo, yang menginginkan seluruh daerah harus mampu menurunkan stunting minimal di angka 14 persen pada akhir tahun 2024.
Pendatang dapat mengubah setiap saat jumlah anak stunting dan sangat sulit diatasi, karena pendatang berpindah-pindah tempat tinggal. Petugas Puskesmas sering kali tidak menemukan anak stunting di suatu wilayah sasaran, padahal berdasarkan data pemeriksaan tim kesehatan di tahun sebelumnya, angka stunting di tempat tersebut sangat tinggi.
““Terkadang sasaran stunting tinggi tapi orang-orangnya tidak ditempat, ternyata mereka itu pendatang pekerja migran deportasi yang setiap saat bisa menghilang,” ujarnya.
Untuk memperbaiki angka stunting, tim kesehatan Puskesmas melakukan intervensi keberadaan stunting dan memvalidasi jumlah. Warga yang sebelumnya stunting dikeluarkan dari data apabila tidak berada di tempat.
Pelayanan stunting berlaku bagi seluruh warga yang berada di Nunukan tanpa melihat identitas kependudukan, bahkan sekalipun tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) tetap diberikan penanganan kesehatan.
“Banyak PMI deportasi bikin KTP di Nunukan, setelah KTP selesai mereka kembali ke Malaysia, padahal waktu di data mereka masuk kategori stunting,” terang Miskia.
Tidak hanya keluarga tidak mampu, stunting dapat menyerang siapa saja ketika pola hidupnya tidak sehat. Dari itu pemerintah Nunukan giat melakukan penyuluhan di lingkungan masyarakat.
Saat ini Pemerintah Nunukan fokus menangani balita-balita yang baru dilahirkan yang berisiko stunting. Sedangkan pada balita usia 2 tahun keatas terlanjur stunting tetap diberikan pendampingan pengobatan pada otaknya.
“Kalaupun balita itu sudah terlanjur stunting dengan tinggi dan berat badan dibawah standar, setidaknya perkembangan otaknya normal, makanya diberikan tambahan gizi” bebernya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Stunting