
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Selama delapan tahun terakhir, ekspor Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami perubahan yang cukup dinamis, dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pada awal periode ini, tepatnya tahun 2015, Kaltim mencatatkan ekspor dengan berat bersih sebesar 227.300,12 ribu ton, dan nilai ekspor tersebut mencapai US$17.483,27 juta. Ini adalah titik awal yang cukup stabil bagi sektor ekspor di wilayah ini.
Namun, pada tahun 2016, terjadi perubahan menarik di mana berat bersih ekspor meningkat sedikit sebesar 1,14 persen menjadi 229.899,80 ribu ton. Meski ada peningkatan dalam volume, nilai FOB justru mengalami penurunan signifikan sebesar 20,76 persen, turun menjadi US$13.854,37 juta.
Fenomena ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas di pasar global, yang berarti bahwa meskipun lebih banyak barang yang diekspor, nilainya tidak setinggi sebelumnya.
Demikian diungkap Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim dalam laporan bertajuk “Publikasi Statistik Ekspor Provinsi Kalimantan Timur 2023” yang dipublikasikan secara digital, 02 Oktober 2024.

Pada tahun berikutnya, 2017, kata Kepala BPS Kaltim, DR. Yusniar Juliana, SST, MIDEC, Kaltim berhasil memulihkan sebagian nilai ekspornya. Walaupun pertumbuhan berat bersih hanya sebesar 0,03 persen, nilai ekspor melonjak kembali sebesar 26,55 persen, mencapai US$17.532,85 juta.
“Ini menunjukkan adanya peningkatan harga atau nilai dari komoditas yang diekspor, meski volumenya hampir stagnan,” katanya.
Memasuki tahun 2018, Kaltim mencatat peningkatan yang cukup baik dari sisi volume maupun nilai. Berat bersih ekspor naik 3,94 persen menjadi 239.037,91 ribu ton, dan nilai ekspor meningkat 4,86 persen menjadi US$18.385,73 juta.
Sayangnya, pada 2019, meskipun volume ekspor meningkat signifikan sebesar 9,43 persen ke 261.583,67 ribu ton, nilai ekspor justru turun 11,98 persen menjadi US$16.183,21 juta.
“Penurunan nilai ini bisa jadi disebabkan oleh penurunan harga komoditas di pasar internasional yang mempengaruhi pendapatan dari ekspor,” demikian Yusniar.
Tahun 2020 merupakan masa yang sulit, tidak hanya untuk Kaltim tetapi juga secara global, karena pandemi COVID-19. Selama tahun ini, volume ekspor turun sebesar 7,81 persen ke 241.154,71 ribu ton, dan nilai FOB menurun drastis sebesar 19,79 persen, mencapai US$ 12.980,28 juta.
Menurut Yusniar, kondisi ini mencerminkan dampak signifikan dari pandemi terhadap rantai pasok global dan menurunnya permintaan internasional akibat pembatasan kegiatan ekonomi di berbagai negara.
Memasuki tahun 2021, situasi mulai membaik. Ekspor Kaltim mengalami pemulihan yang kuat. Volume ekspor meningkat sebesar 2,17 persen menjadi 246.377,77 ribu ton, dan nilai FOB mengalami lonjakan luar biasa sebesar 86,13 persen, mencapai US$24.159,90 juta.

“Kenaikan nilai ini kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan harga komoditas dan meningkatnya permintaan seiring dengan pemulihan ekonomi global,” lanjutnya.
Namun, di tahun 2022, meskipun berat bersih ekspor mengalami penurunan sebesar 6,79 persen menjadi 229.636,74 ribu ton, nilai ekspor justru melonjak sebesar 49,25 persen, mencapai US$36.058,25 juta.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun volume barang yang diekspor berkurang, komoditas yang diekspor mungkin memiliki nilai yang jauh lebih tinggi, mungkin karena fokus pada barang dengan nilai tambah lebih besar atau adanya peningkatan harga komoditas tertentu.
Tahun 2023 menjadi tahun yang cukup menarik. Berat bersih ekspor mengalami peningkatan signifikan sebesar 8,48 persen menjadi 249.115,24 ribu ton. Namun, terlepas dari peningkatan volume tersebut, nilai FOB justru turun sebesar 25,05 persen menjadi US$27.024,71 juta.
Yusniar menyebut, penurunan ini mungkin mengindikasikan penurunan harga komoditas di pasar global atau penurunan permintaan terhadap barang-barang tertentu meskipun volume ekspor meningkat.
“Fenomena ini menunjukan pentingnya menyeimbangkan antara volume dan nilai untuk menjaga stabilitas ekonomi,” ujarnya.

Penurunan nilai ekspor Provinsi Kaltim pada tahun 2023 disebabkan oleh penurunan ekspor komoditas migas dan nonmigas. Pada tahun 2023 nilai ekspor migas mencapai US$2.712,43 juta, atau menurun 9,55 persen dari tahun 2022.
Sedangkan nilai ekspor komoditas nonmigas pada tahun 2023 mencapai US$24.312,28 juta, menurun sebesar 26,46 persen dari tahun 2022.
Data ekspor Kaltim dari tahun 2015 hingga 2023 menunjukkan perubahan signifikan dalam komposisi dan pertumbuhan ekspor antara sektor nonmigas dan migas. Selama periode ini, terdapat pergeseran dominan dari sektor migas ke sektor nonmigas. Pada tahun 2015, ekspor nonmigas menyumbang sekitar 63,31 persen dari total ekspor, sementara migas menyumbang 36,69 persen.
Namun, pada tahun 2023, kontribusi nonmigas meningkat drastis menjadi 89,96 persen, sedangkan migas menurun menjadi hanya 10,04 persen. Pergeseran ini menandakan adanya diversifikasi ekonomi yang lebih besar dan pengurangan ketergantungan pada sektor migas yang rentan terhadap fluktuasi harga global.
Ekspor nonmigas menunjukkan kinerja yang sangat positif selama periode ini, dengan pertumbuhan rata-rata tahunan sebesar 11,64 persen. Kenaikan ini didorong oleh peningkatan nilai ekspor secara konsisten, dengan lonjakan terbesar terjadi pada tahun 2021 sebesar 90,63 persen dan diikuti pertumbuhan 46,57 persen pada tahun 2022.

Pertumbuhan pesat ini dapat diatribusikan pada berbagai faktor, termasuk peningkatan permintaan global untuk produk nonmigas, perbaikan infrastruktur, dan kebijakan pemerintah yang mendorong diversifikasi produk ekspor.
Di sisi lain, sektor migas mengalami tantangan signifikan dengan penurunan rata-rata tahunan sebesar -6,24 persen. Ekspor migas turun dari US$6.414,17 juta pada tahun 2015 menjadi US$2.712,43 juta pada tahun 2023.
“Penurunan ini mencerminkan beberapa faktor seperti volatilitas harga minyak global, penurunan permintaan energi fosil, dan pergeseran kebijakan energi ke arah sumber daya terbarukan,” papar Yusniar.
Beberapa periode mencatat penurunan tajam, seperti pada tahun 2015 dan 2016, ketika ekspor migas masing-masing turun sebesar 40,98 persen dan 41,04 persen. Meskipun ada beberapa pemulihan, seperti pada tahun 2022 dengan pertumbuhan 86,83 persen, secara keseluruhan tren menurun ini mengindikasikan perlunya diversifikasi lebih lanjut dan restrukturisasi di sektor migas.
Tahun 2015 peranan ekspor nonmigas sebesar 63,31 persen, selanjutnya cenderung meningkat setiap tahunnya. Tahun 2023 peranannya mencapai 89,96 persen atau 1,72 persen lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2022. Sebaliknya, peranan ekspor komoditas migas semakin lama semakin menurun.
BPS juga mencatat tahun 2015 peranan ekspor migas sebesar 36,69 persen, dan pada tahun 2023 peranannya hanya mencapai 10,04 persen.
“Selama tahun 2015-2023 pertumbuhan rata-rata ekspor komoditas migas adalah negatif 6,24 persen, sedangkan pertumbuhan rata-rata ekspor nonmigas yaitu 11,64 persen. Rata-rata peranan ekspor nonmigas selama delapan tahun terakhir adalah 83,07 persen, sedangkan peranan ekspor komoditas migas sebesar 16,93 persen,” demikian Yusniar.
Penulis: Intoniswan | Editor Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim