Pergub Kaltim 49/2020 Menghambat Bantuan ke Masyarakat

Anggota DPRD Kalimantan Timur, Sarkowi V Zahry. (Foto Dok Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Peraturan Gubernur Nomor 49/2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah, perlu direvisi kembali karena menghambat DPRD Kaltim merealisasikan aspirasi masyarakat.

Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kaltim Fraksi Golkar, Sarkowi V Zahry saat dihubungi Niaga.Asia, Sabtu (19/4).

Pembatasan nilai minimal bantuan keuangan (bankeu) di Pergub 49/2020 untuk satu paket bantuan sebesar Rp1,5 miliar justru menjadi hambatan dalam merealisasikan aspirasi masyarakat.

“Kalau ada pembatasan begitu, sementara aspirasi masyarakat enggak sampai senilai nominal yang ditentukan, akhirnya enggak bisa dipenuhi. Semakin banyak yang tidak bisa dipenuhi, ya otomatis mengganggu kepercayaan rakyat terhadap anggota DPRD-nya,” ujar Sarkowi kepada Niaga.Asia, Sabtu (19/4).

Peraturan Gubernur Nomor 49 Tahun 2020 mengatur tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah.

Ruang lingkup Peraturan Gubernur ini meliputi : a. Pemberian Belanja Bantuan Keuangan; b. Penyaluran Belanja Bantuan Keuangan; c. Pertanggungjawaban dan Pelaporan Belanja Bantuan Keuangan; d. Pergeseran Belanja Bantuan Keuangan; dan e. Monitoring dan Pengawasan Belanja Bantuan Keuangan.

Sebelum direvisi pada tahun 2020, Pergub yang substansinya sama menetapkan belanja bantuan keuangan, yang diusulkan anggota DPRD Kaltim dalam paket pokok-pokok pikiran (pokir) minimal untuk satu paket Rp2,5 miliar.

Kondisi ini kata Sarkowi sudah berlangsung hampir lima tahun, menyebabkan pembangunan terhambat, terutama di kabupaten/kota yang anggarannya minim.

“Bantuan keuangan itu muncul karena kita tahu anggaran kabupaten/kota terbatas. Nah, kita dari provinsi juga dipilih rakyat, jadi logis kalau kita bantu lewat skema bankeu. Tapi jangan dibatasi angka minimalnya seperti sekarang ini,” paparnya.

Menurut Sarkowi, batasan minimal satu paket bantuan Rp1,5 miliar, masih terlalu tinggi untuk menjawab kebutuhan riil masyarakat, terutama di level RT, desa, dan kelurahan.

“Contohnya sederhana, kalau ada aspirasi bangun jembatan kayu atau perbaikan gang rusak yang cuma butuh Rp100 juta, masa harus dipaksa hingga minimal Rp1,5 miliar. Akhirnya tidak bisa diajukan. Padahal itu kebutuhan nyata,” jelasnya.

DPRD Kaltim telah resmi mengajukan permintaan revisi terhadap Pergub 49/2020 kepada Gubernur Rudy Mas’ud, dengan poin utama menghapus batasan nominal bankeu. Tujuannya agar proses penganggaran lebih fleksibel dan tidak menyalahi aturan pengadaan barang dan jasa di tingkat nasional.

“Dalam Perpres Pengadaan Barang dan Jasa juga tidak ada pembatasan nominal seperti itu. Jadi semestinya Pergub juga tidak perlu menetapkan angka baku. Cukup sesuai kebutuhan dan ketentuan teknis yang berlaku,” terangnya.

Meski begitu, Sarkowi mengapresiasi respons awal Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud yang secara lisan menyatakan kesediaan untuk mengkaji ulang dan merevisi Pergub tersebut saat Rapat Paripurna beberapa waktu lalu.

“Beliau sudah bilang prinsipnya setuju dan akan dikaji lebih lanjut. Kita harap itu benar-benar ditindaklanjuti. Karena ini bukan suara saya pribadi, tapi suara lembaga DPRD dan masyarakat Kaltim,” tegasnya.

Sarkowi berharap revisi Pergub bisa menjadi titik balik yang memperkuat kepercayaan rakyat terhadap DPRD dan mendukung kinerja Gubernur ke depan dalam menjawab aspirasi pembangunan secara lebih merata.

“Kalau program bantuan keuangan ini fleksibel dan terbuka, masyarakat akan lebih percaya pada DPRD-nya. Dan masyarakat juga akan lihat ini program dari Pemprov Kaltim, jadi gubernur juga terbantu citranya. Win-win lah,” tutupnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | Adv DPRD Kaltim

Tag: