
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Duka mendalam menyelimuti warga Kampung Kajang, Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun bernama Fiki ditemukan meninggal dunia setelah diduga diterkam buaya saat mandi di Sungai Sangatta, Sabtu 26 April 2025. Tragedi ini memicu keprihatinan luas dan sorotan serius dari berbagai pihak.
Fiki sempat dinyatakan hilang sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa setelah upaya pencarian selama hampir 24 jam oleh tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, BPBD Kutim, serta relawan. Buaya yang diduga menerkam korban berhasil ditangkap.
Kejadian ini menambah panjang daftar insiden serupa yang melibatkan buaya di kawasan Kutai Timur. Keberadaan buaya yang semakin sering masuk ke area permukiman.
Menanggapi peristiwa tersebut, anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agus Aras, yang juga wakil rakyat dari daerah pemilihan Bontang, Kutai Timur, dan Berau, angkat suara. Ia menyampaikan keprihatinannya atas meningkatnya interaksi buaya dengan manusia, yang bahkan kini telah merambah kawasan permukiman.
“Memang di Kutai Timur ini populasi buaya sudah luar biasa. Binatang buas ini tidak hanya berada di sungai, tapi sudah masuk ke lingkungan warga. Kita benar-benar prihatin dan meminta masyarakat lebih waspada, terutama dalam mengawasi anak-anak agar tidak mandi di sungai,” ujar Agus, Rabu (30/5/2025).
Ia mengakui bahwa aktivitas mandi di sungai sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Namun dengan semakin liarnya populasi buaya, kebiasaan tersebut harus mulai dikaji ulang demi keselamatan warga.
Agus Aras juga menyoroti pentingnya solusi jangka panjang. Salah satunya adalah wacana pembentukan penangkaran buaya di wilayah Kutai Timur, mengingat saat ini fasilitas penangkaran buaya hanya tersedia di Teritip, Balikpapan.
“Kalau memang memungkinkan, Sangatta bisa memiliki penangkaran sendiri. Tapi tentu harus didahului kajian yang matang. Harapannya, keberadaan penangkaran ini bisa menjadi solusi untuk mengendalikan populasi buaya liar,” katanya.
Lebih jauh, ia mendorong dibentuknya tim khusus penanganan konflik manusia dan buaya, agar proses evakuasi maupun mitigasi dapat dilakukan secara lebih cepat dan profesional.
Namun Agus juga mengingatkan bahwa buaya adalah satwa yang dilindungi. Penanganannya tidak bisa sembarangan.
“Buaya ini dilindungi, jadi harus ada koordinasi dengan BKSDA dan instansi terkait. Kita tidak bisa asal tangkap. Tapi semakin banyak kasus seperti ini, semakin jelas kita butuh sistem penanganan yang terstruktur,” pungkasnya.
Penulis : Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Buaya