
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendekatan pemidanaan terhadap para pengguna narkoba. Pengguna seharusnya dipandang sebagai korban dan diberikan ruang untuk pemulihan melalui rehabilitasi, bukan dipenjarakan.
Pernyataan tersebut disampaikan Ananda Emira Moeis saat mengikuti rapat komunikasi terpadu P4GN yang dipimpin oleh Gubernur Rudy Mas’ud didampingi Wakil Gubernur Seno Aji pada Selasa (17/6) di Ruang Rapat Tepian II, Kantor Gubernur Kaltim jalan Gajah Mada Samarinda.
Rapat ini dihadiri oleh Kepala BNN Kaltim Rudi Hartono Aldrin, Kepala Binda Kaltim Priyanto Eko Widodo serta Danrem 091/ASN Anggara Sitompul, Plt Aspidum Kejati Kaltim dan unsur Forkompinda lainnya.
“Saya kurang setuju kalau pengguna narkoba itu dimasukkan ke penjara. Pasti lebih baiknya dimasukin ke rehabilitasi. Ini untuk pengguna, bukan pengedar. Itu yang harus lebih didalami lagi,” ujarnya pada Selasa (17/6), di Ruang Rapat Tepian II, Kantor Gubernur Kaltim.
Politikus PDI Perjuangan ini menekankan bahwa penanganan penyalahgunaan narkoba harus menjadi tanggung jawab bersama, tidak hanya terbatas pada pemerintah daerah atau aparat penegak hukum, tetapi juga melibatkan keluarga dan masyarakat secara luas.
“Yang pastinya ini menjadi tanggung jawab bersama-sama, nggak hanya Pemda dan Forkopimda saja, tapi juga keluarga dan masyarakat. Bersama-sama semuanya untuk bisa menangani pencegahan dan peredaran narkoba ini,” ajaknya.
Sejalan dengan Ananda Emira Moeis, Kepala BNN Kaltim Rudi Hartono pun turut menyoroti pentingnya membedakan antara pengguna dan pengedar narkoba.
Tantangan besar yang dihadapi saat ini kata dia, adalah banyaknya pengguna narkoba di Kaltim yang sebenarnya merupakan korban, bukan pelaku kriminal murni.
“Tantangannya yang pertama, masyarakat itu perlu kita pahami, tidak semua bisa kita tindak dengan kejahatan. Narkotika pada dasarnya bukan begitu. Kalau memang itu bandar, kurir, kita habiskan. Tapi yang banyak sekarang adalah pengguna. Pengguna itu jadi korban,” jelasnya.
Dijelaskannya, semakin banyak korban berarti semakin tinggi permintaan narkoba di pasar. Oleh karena itu, strategi yang harus benar-benar dikedepankan adalah menekan jumlah pengguna, bukan hanya menangkap pelaku peredaran.
“Artinya kalau korbannya tambah banyak, penggunanya tambah banyak, berarti makin banyak permintaan. Bagaimana kita membuat permintaan tidak banyak,” tegasnya.
Pernyataan Ananda dan Rudi menjadi sinyal kuat bahwa pendekatan penanganan narkoba di Kaltim ke depan perlu lebih humanis dan menyentuh aspek pemulihan sosial.
Rehabilitasi harus ditempatkan sebagai pilar penting, terutama bagi pengguna yang terjerat karena keterbatasan informasi, tekanan sosial, atau masalah psikologis.
Dengan pendekatan yang lebih menyeluruh melalui rehabilitasi, edukasi, pencegahan, serta dukungan keluarga dan komunitas, Provinsi Kaltim diharapkan mampu menekan angka penyalahgunaan narkoba secara berkelanjutan.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV DPRD Kaltim
Tag: Narkoba