
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Perwakilan dari 230 KK warga transmigran asal pulau Jawa yang merasa telah disengsarakan pemerintah selama 12 tahun mendatangi DPRD Nunukan. Warga meminta kejelasan Lahan Usaha (LU) 1 dan LU 2 yang tidak kunjung didapatkan sejak menempati lahan transmigrasi tahun 2012 – 2013 di Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. .
Ketua Komisi II DPRD Nunukan, Andi Fajrul Syam mengatakan, kehadiran warga transmigrasi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) semata-mata meminta kejelasan terkait kepastian mendapatkan lahan garapan untuk usaha.
“Perkara ini sudah berjalan 12 tahun dan anehnya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak kunjung memberikan kepastian terhadap warga,” kata Fajrul, Senin (23/06/2026).
Pernyataan Fajrul dibenarkan oleh Sugeng, salah warga transmigrasi yang sampai hari ini masih bertahan di lokasi Satuan Pemukiman (SP) 5 Sebakis, Kelurahan Nunukan Barat, Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan,
“Kami hanya meminta hak-hak sebagai warga transmigrasi sebagaimana perjanjian, kami sudah menempati kawasan SP 5 Sebakis selama 12 tahun tanpa kepastian kepemilikan lahan garapan,” ucapnya.
Sejak diberangkatkan dalam program transmigrasi tahun 2013, Sugeng hanya diberikan lahan pekarangan rumah seluas 25 meter x 100 meter. Adapun janji pemerintah memberikan Lahan Usaha (LU) I seluas 0,75 hektar dan LU II seluas 2 hektar tidak kunjung diterima.
Lewat pertemuan bersama DPRD Nunukan, warga asal Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah ini berharap pemerintah dapat mencari solusi atas hak normatif kepemilikan lahan sebagaimana perjanjian kontrak transmigrasi.
“Warga transmigrasi sudah berulang kali mempertanyakan persoalan ini, tapi tidak ada kejelasan dari pemerintah. Kemana lagi kami mengadukan nasib ini,” bebernya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nunukan, Masniadi menerangkan, Pemerintah Nunukan sudah mengupayakan dan membangun komunikasi kepada semua pihak, termasuk warga yang menguasai sebagian lahan di SP 5.
“Saya sudah bangun komunikasi dengan Kementerian Transmigrasi dan PT SIP kawasan Hak Pengelolaan (HPL) lahan perusahaan sawit untuk bisa dikelola warga transmigrasi,” jelasnya.
Upaya-upaya komunikasi tersebut belum menemukan titik temu dan solusi, karena baik kementerian transmigrasi maupun perusahaan PT SIP masih mencari mempertimbangkan aspek ekonomi dan sosial terhadap pemberian lahan.
Disnakertrans Nunukan di tahun 2024 mengusulkan lahan seluas 52,19 hektar yang dikelola dan dimanfaatkan PT SIP untuk lahan perkebunan kelapa sawit dikerjasamakan dengan warga transmigrasi sebagai kompensasi pemberian LU I.
“Usulan ini sudah disampaikan ke PT SIL dan Kementerian Transmigrasi, hanya saja belum ada titik temu. Kedua pihak masih mengkaji usulan kita,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Nunukan, Muhtar menerangkan kawasan SP 5 Sebakis diperuntukan bagi 230 warga transmigrasi tidak memiliki dokumen sertifikat dari pemerintah pusat.
“Surat Keputusan (SK) SP 5 Sebakis sebagai lahan transmigrasi diterbitkan tahun 2004 dan hanya berlaku 3 bulan, apabila SK tidak ditindaklanjuti dengan sertifikat, maka lahan kembali tanah negara bebas,” ungkapnya.
Selain lahan belum memiliki sertifikat, pemerintah pusat saat menempatkan warga transmigrasi SP 5 Sebakis, Kecamatan Nunukan maupun Samaja, Kecamatan Sei Menggaris, tidak melihat bahwa lokasi untuk transmigrasi tahun 2013 sudah ditempati kelompok tani lokal.
Keberadaan kelompok tani di lahan tersebut menimbulkan masalah bagi PT SIL dalam menyiapkan lahan plasma. Begitu pula ketika Pemerintah Nunukan,coba mencari lahan-lahan lainnya sebagai pengganti.
“Makanya sampai hari ini tidak selesai-selesai, lahan SP 5 Sebakis itu tidak bersertifikat sebagai kawasan transmigrasi, dan sebagian lahan sudah dikuasai masyarakat lokal,” bebernya.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: Transmigran