Mengenal Tiga Budaya K3 yang Jadi Kunci Lingkungan Kerja Lebih Sehat dan Produktif!

Foto bersama pemangku kepentingan, seluruh peserta dan narasumber Seminar Bulan K3 2025, wujud komitmen bersama membangun budaya keselamatan dan kesehatan kerja yang unggul, inklusif, dan berkelanjutan di Kaltim. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menegaskan bahwa pembangunan daerah yang berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing tinggi tidak mungkin terwujud tanpa dukungan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Terlebih kata Staf Ahli Gubernur Bidang SDA, Perekonomian, dan Kesra, Arief Murdiyatno, Kaltim sebagai provinsi penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN), dihadapkan pada tantangan dan tuntutan peningkatan kualitas SDM secara menyeluruh.

Penegasan tersebut disampaikannya saat memberikan sambutan dalam Seminar Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Tahun 2025 yang digelar oleh Disnakertrans Kaltim, Kamis (24/7) di Hotel Mercure Samarinda.

Seminar ini dimoderatori oleh Retno Agustina Purnami, yakni Pengawas Ketenagakerjaan Ahli Madya Disnakertrans Kaltim, yang sukses memandu sesi diskusi dan dialog interaktif.

Dihadiri beberapa pemateri dari kalangan ahli dan regulator, diantaranya; Sub Koordinator Bidang Penyusunan Standar Mutu Lembaga K3, Kemenaker RI Indra Setiawan; Guru Besar K3 dan Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Unmul Iwan Muhamad Ramdan; dan Praktisi K3 PT Kaltim Prima Coal Istiyan Wijayanto.

“Transformasi SDM bukan semata-mata soal pendidikan formal, tetapi juga mencakup peningkatan kapasitas kerja, pembentukan budaya disiplin, serta orientasi terhadap produktivitas dan keselamatan kerja,” ujarnya mewakili Gubernur Rudy Mas’ud.

Dalam konteks itu, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) disebut Arief sebagai instrumen penting dalam mendukung terwujudnya dunia kerja yang aman, sehat, dan berdaya saing tinggi.

Arief menegaskan, saat ini tantangan besar yang dihadapi bukan hanya soal implementasi administratif dari SMK3, namun bagaimana menjadikannya bagian dari budaya organisasi dan perilaku kerja sehari-hari.

“Artinya, SMK3 bukan hanya kewajiban hukum, tetapi harus menjadi bagian integral dari pembangunan SDM yang berkelanjutan,” jelasnya.

Adapun tiga nilai budaya K3 yang perlu ditanamkan secara menyeluruh di setiap institusi dan perusahaan, yakni:

1. Just Culture, yaitu budaya kepemimpinan yang tidak mudah menyalahkan para pekerja melainkan mendorong pembelajaran dari kesalahan;
2. Reporting Culture, yaitu budaya pelaporan insiden dan risiko secara terbuka;
3. Learning and Improving Culture, yakni budaya pembelajaran dan perbaikan sistem kerja secara terus-menerus.

Ia mengingatkan bahwa membangun budaya K3 merupakan proses jangka panjang tidak bisa dibangun dalam semalam, membutuhkan kesadaran kolektif, transformasi pola pikir, serta pembentukan sistem dan kapasitas SDM yang konsisten dan terukur.

“K3 bukan hanya instrumen teknis, melainkan fondasi strategis dalam melindungi pekerja, menekan kerugian akibat kecelakaan kerja, meningkatkan produktivitas, mendorong kualitas hidup dan daya saing daerah untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan,” tuturnya.

Lebih jauh, Arief mengajak seluruh pemangku kepentingan, mulai dari para pelaku usaha, akademisi, praktisi K3, hingga masyarakat umum untuk bersama-sama berkolaborasi dalam membangun ekosistem K3 yang kuat. Pemerintah, kata dia, tidak bisa bekerja sendiri.

“Dukungan multipihak dan multisektor dalam semangat kolaborasi sangat dibutuhkan. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi tanggung jawab bersama,” pungkasnya.

Melalui momentum seminar ini, Pemprov Kaltim berharap akan lahir komitmen kolektif yang kuat dalam membangun budaya K3 sebagai bagian dari transformasi SDM dan pembangunan ekonomi yang inklusif menuju Generasi Emas 2045.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan | ADV Diskominfo Kaltim

Tag: