Atasi TBC Anak, Penting Transformasi Layanan Primer Berbasis Komunitas dan Teknologi

Ketua Umum APKESMI, Kusnadi, dalam Semiloka Nasional ke-5 yang digelar di Balikpapan, Kamis (24/7/2025). (Foto Niaga.Asia/Putri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Akselerasi Puskesmas Indonesia (APKESMI) kembali menegaskan pentingnya transformasi layanan primer dalam penanggulangan tuberkulosis (TB) melalui pendekatan berbasis komunitas dan pemanfaatan teknologi deteksi dini.

Hal itu mengemuka dalam Semiloka Nasional ke-5 yang digelar di Balikpapan yang dihadiri langsung Ketua Umum APKESMI, Kusnadi, di Balikpapan, Kamis (24/7/2025).

APKESMI menyoroti strategi baru untuk menghadapi tantangan TBC pada kelompok rentan, khususnya anak-anak.

“Transformasi layanan primer tidak cukup hanya dengan menambah fasilitas atau tenaga kesehatan,” ujarnya.

Kusnadi menekankan peran edukasi dan komunitas penyintas TB sebagai bagian penting dari strategi nasional.

“Kita harus aktif membentuk komunitas penyintas TB yang bisa memberi motivasi dan meningkatkan kesadaran di masyarakat. Karena banyak pasien yang tidak konsisten menjalani pengobatan hingga selesai,” jelasnya.

Di lapangan, sejumlah tantangan masih ditemui, mulai dari keterlambatan diagnosis hingga kurangnya pemahaman tentang pentingnya menyelesaikan pengobatan selama enam bulan penuh.

APKESMI menilai bahwa keterlibatan masyarakat dan keluarga sangat penting untuk mendukung kepatuhan pasien, termasuk anak-anak, dalam proses pengobatan.

Salah satu inovasi yang kini tersedia di Puskesmas adalah alat Tes Cepat Molekuler (TCM) untuk deteksi tuberkulosis. Teknologi ini memungkinkan diagnosis TB secara lebih cepat dan akurat.

“Dengan TCM, deteksi bisa dilakukan dalam hitungan jam, sehingga pengobatan bisa langsung dimulai tanpa menunggu terlalu lama,” ujar Kusnadi.

Inisiatif itu menjadi bagian dari implementasi Program Quick Win di bidang kesehatan yang juga didorong dalam forum tersebut. Program ini mendorong pendataan warga sehat, skrining penyakit tidak menular, serta peningkatan akses terhadap pengobatan TBC, termasuk distribusi paket obat yang kini berjalan lebih merata hingga pelosok.

Global TB Report 2024 mencatat Indonesia sebagai negara dengan jumlah kasus TBC tertinggi kedua di dunia, mencapai 1,09 juta kasus dengan 125 ribu kematian per tahun. Dari jumlah tersebut, 135 ribu di antaranya merupakan anak usia 0-14 tahun.

“Karena sistem imunnya belum matang, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi TB. Apalagi jika mengalami gizi buruk, maka risiko komplikasi semakin besar,” ungkap dr. Titis Prawitasari selaku Dokter Spesialis Anak, yang turut hadir sebagai narasumber dalam sesi seminar tematik.

Ia menggarisbawahi perlunya pelibatan keluarga, pemantauan rutin, dan intervensi gizi tepat agar anak-anak yang terinfeksi TB dapat pulih optimal.

Dengan penguatan kapasitas Puskesmas, edukasi komunitas, serta deteksi dini berbasis teknologi, APKESMI berharap eliminasi TBC pada anak-anak bukan hanya menjadi target nasional, namun juga kenyataan yang dicapai melalui kolaborasi lintas sektor.

Penulis: Putri | Editor: Intoniswan | Adv Diskominfo Kaltim

Tag: