
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Jalan-jalan ke mal kini tak selalu identik dengan belanja. Di tengah situasi ekonomi yang menuntut kehati-hatian, muncul fenomena unik di berbagai pusat perbelanjaan, termasuk di Balikpapan, yaitu pengunjung datang beramai-ramai, namun hanya melihat-lihat tanpa bertransaksi. Mereka dijuluki Rojali dan Rohana.
Istilah ini tengah ramai diperbincangkan warganet dan menjadi penanda pergeseran perilaku konsumsi masyarakat, terutama di kalangan muda dan keluarga kelas menengah. Rojali sendiri merupakan singkatan dari “Rombongan Jarang Beli”, sedangkan Rohana merujuk pada “Rombongan Hanya Nanya”.
Istilah tersebut menggambarkan sekelompok pengunjung mal yang menikmati suasana pusat perbelanjaan, bertanya-tanya soal produk, mencoba tester, bahkan membuat konten media sosial tanpa melakukan pembelian.
Salah satu pengunjung mal di Balikpapan, Intan, mengaku dirinya masuk kategori keduanya.
“Kalau ditanya Rojali atau Rohana, saya mungkin dua-duanya, tapi lebih sering Rohana sih,” ucap Intan sambil terkekeh saat ditemui di salah satu gerai fashion di Pentacity Mall Balikpapan, Rabu (30/7/2025).
Ia mengatakan, dirinya kerap mendatangi mal 3 sampai 4 kali dalam sebulan, namun tak selalu membawa pulang belanjaan.
“Kadang cuma lihat-lihat, cek harga, atau tanya-tanya soal produk. Misalnya lipstick, saya cocokkan shade-nya di sini, tapi akhirnya beli di online shop karena lebih murah dan ada gratis ongkir,” jelasnya.
Menurut Intan, selisih harga antara toko fisik dan toko daring cukup signifikan. Terutama bagi masyarakat di luar Pulau Jawa seperti di Kalimantan, ongkos distribusi membuat harga di toko offline terasa lebih tinggi.
“Kalau selisihnya bisa sampai 10-20 ribu, ya lumayan kan. Makanya saya banyak nanya dulu, baru beli online,” ujarnya.
Untuk produk-produk seperti sepatu atau tas, Intan menyebut tetap memilih beli langsung di toko agar bisa mencoba ukuran dan melihat kualitas barang secara langsung.
Fenomena Rojali dan Rohana tak bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi yang tengah dihadapi masyarakat. Beberapa pengamat menyebut fenomena ini sebagai sinyal perubahan gaya konsumsi kelas menengah atau lebih selektif, rasional, dan menunda pembelian jika tidak mendesak.
Data dari sejumlah pelaku ritel dan pengusaha juga menunjukkan penurunan transaksi meski kunjungan mal tetap tinggi. Artinya, jumlah orang yang datang tak selalu berbanding lurus dengan penjualan.
Pengamat ekonomi menilai gejala ini sebagai bentuk adaptasi masyarakat terhadap tekanan daya beli. Mereka tetap ingin menikmati suasana hiburan dan rekreasi, tapi menjaga pengeluaran dengan lebih hati-hati.
Fenomena itu pun mulai menarik perhatian pemerintah dan pelaku usaha, terutama dalam merumuskan strategi pemasaran yang lebih sesuai dengan preferensi konsumen.
“Bagi kami sebagai konsumen, nanya-nanya dulu itu penting. Sekalian cuci mata, refreshing. Belinya nanti pas nemu promo atau di online,” ungkap Intan.
Terlepas dari pro dan kontra, Rojali dan Rohana menjadi potret nyata dinamika belanja masyarakat saat ini. Khususnya bagi masyarakat Balikpapan, di mana pengalaman dan harga menjadi pertimbangan yang sama pentingnya.
Penulis: Putri | Editor: Intoniswan
Tag: KonsumenKonsumsi