Caci Manggarai Gema Budaya di Pantai Manggar

Dua penari caci beradu cambuk dan perisai diiringi dentuman gong dan sorak penonton dalam Festival Budaya Manggarai di Pantai Manggar, Balikpapan, Minggu 17 Agustus 2025. (niaga.asia/Heri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Semarak kemerdekaan terasa berbeda di Pantai Manggar, Balikpapan, akhir pekan 16–17 Agustus 2025 ini.

Deru ombak pantai bersahut dengan teriakan semangat penonton saat Kerukunan Manggarai Balikpapan (KMB) menampilkan Caci, tarian perang khas Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Festival budaya ini menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat yang datang, baik wisatawan lokal maupun warga perantau Manggarai yang tersebar di Kalimantan Timur.

Tidak hanya dari Balikpapan, rombongan masyarakat Manggarai dari Samarinda dan beberapa Kabupaten/Kota di Kaltim juga turut hadir, seolah meleburkan jarak dalam satu panggilan, menjaga budaya leluhur.

Caci bukan sekadar atraksi. Bagi masyarakat Manggarai, dia adalah simbol harga diri, kejantanan, sekaligus ajang silaturahmi.

Masyarakat turut hadir menyaksikan kebudayaan khas Manggarai ini. (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

Dalam tarian ini, dua penari beradu cambuk dan perisai, bergerak dinamis mengikuti irama gong dan gendang. Dentuman alat musik berpadu dengan sorak-sorai penonton menambah suasana meriah di tepian Pantai Manggar.

Ketua Panitia, Paskalis Papu menerangkan, penyelenggaraan festival ini sengaja digelar bertepatan dengan HUT ke-80 RI.

“Kami ingin mempersembahkan sesuatu yang berbeda, menghadirkan kearifan lokal Manggarai di tanah rantau, sekaligus menunjukkan kepada generasi muda pentingnya melestarikan budaya,” ujar Paskalis.

Bagi warga Manggarai di Balikpapan, acara ini bukan hanya hiburan, melainkan juga ruang untuk mengobati rindu akan kampung halaman.

“Kegiatan seperti ini membuat kami merasa dekat dengan tanah kelahiran. Meski hidup di tanah rantau, identitas budaya tetap kami jaga,” kata Jefri, salah seorang peserta dari Balikpapan.

Suasana festival semakin hangat ketika penonton diajak berinteraksi dan mengenal lebih jauh makna Caci. Anak-anak muda tampak antusias, sebagian merekam dengan Ponsel, sebagian lagi larut dalam tepuk tangan.

Perayaan HUT RI ke-80 di Pantai Manggar ini menjadi bukti bahwa kemerdekaan tidak hanya dimaknai dengan upacara bendera, tetapi juga dengan menjaga keberagaman. Budaya menjadi jembatan untuk mempererat persaudaraan lintas daerah.

Pertunjukan khas Manggarai, NTT, ini digelar oleh Kerukunan Manggarai Balikpapan (KMB) untuk memeriahkan HUT ke-80 RI. (niaga.asia/Heri)

Pantai Manggar Minggu sore seakan menjelma menjadi panggung kebhinekaan. Di balik riuhnya Caci, tersimpan pesan bahwa kemerdekaan adalah ruang luas bagi setiap identitas untuk tumbuh, lestari, dan memberi warna bagi Indonesia.

Sejarah Caci

Caci merupakan tarian perang tradisional Manggarai, NTT, yang telah berakar sejak ratusan tahun silam. Pertunjukan ini biasanya ditampilkan dalam upacara adat besar, seperti syukuran panen, pesta pernikahan, atau penyambutan tamu kehormatan.

Dua lelaki saling beradu dengan cambuk (Larik) dan Tameng (Nanga), dalam irama musik gong dan gendang.

Lebih dari sekadar pertarungan fisik, caci sarat makna spiritual dan sosial. Cambukan melambangkan keberanian, sementara tameng mencerminkan pertahanan diri.

Dalam tradisi lama, darah yang keluar dari luka dianggap sebagai persembahan bagi kesuburan tanah. Kini, Caci lebih banyak dipentaskan sebagai seni budaya, tanpa menghilangkan nilai filosofisnya.

Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi

Tag: