
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Kasus kekerasan di Kalimantan Timur (Kaltim) masih menunjukkan angka yang mengkhawatirkan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3A) Provinsi Kaltim, Noryani Sorayalita mengungkap setiap tahun jumlah kasus kekerasan di wilayah ini masih tinggi.
Data DP3A mencatat, pada 2023 terdapat 1.108 kasus kekerasan. Sementara di tahun 2024, jumlahnya sedikit menurun menjadi 1.002 kasus. Namun, hingga Juli 2025 saja, sudah ada 821 kasus yang dilaporkan.
Angka ini dikhawatirkan dapat melampaui total kasus pada 2023, jika tren tidak berubah.
“Kalau dilihat tahun ini, rata-rata tiga kasus per hari atau sekitar 30 kasus per bulan di seluruh wilayah Kaltim,” kata Noryani di Balikpapan, Kamis 21 Agustus 2025.
Dia menambahkan, kabupaten dan kota dengan jumlah penduduk lebih besar memiliki potensi kasus lebih tinggi dibanding daerah lain.
Kekerasan Seksual Paling Dominan
Berdasarkan jenisnya, kekerasan seksual masih mendominasi laporan yang masuk, disusul kekerasan fisik dan psikis.
“Tiga jenis kekerasan itu yang memang tinggi di Kaltim,” ujar Noryani.
DP3A Kaltim telah melakukan berbagai upaya pencegahan, salah satunya melalui sosialisasi Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Sosialisasi tersebut juga melibatkan organisasi perempuan serta organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Menurut Noryani, aturan turunan berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (Permen) telah dikeluarkan untuk memperkuat implementasi TPKS. Namun, tantangan terbesar masih terletak pada kesadaran masyarakat.
“Kasus kekerasan ini sulit diprediksi, baik pelaku maupun korban bisa muncul dari lingkungan yang selama ini dianggap aman,” sebut Noryani.
Pola Niat, Kesempatan, dan Kekuatan
Noryani menegaskan, faktor terjadinya kekerasan mirip dengan kasus korupsi, adanya niat, kesempatan, dan kekuatan.
“Niat bisa muncul ketika ada kesempatan. Jika pelaku punya kekuatan atau kemampuan, maka terjadilah kasus kekerasan,” katanya.
Dia mencontohkan, banyak kasus kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh orang dekat atau orang biasa di sekitar korban, dengan pola intimidasi yang sulit dideteksi sejak awal.
“Karena itu, edukasi, pengawasan, dan kepedulian bersama harus terus diperkuat agar angka kekerasan ini bisa ditekan,” demikian Noryani.
Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi
Tag: KaltimKekerasanKekerasan Seksual