Rektor dan Organisasi Cipayung Penjamin Penangguhan Penahanan 4 Mahasiswa Unmul Tersangka Bom Molotov

Advokat Paulinus Dugis dan kawan-kawan bersama perwakilan organisasi Cipayung saat memberikan keterangan pers terkait pengajuan penangguhan penahanan empat mahasiswa Unmul di Polresta Samarinda. (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Tim Penasihat Hukum empat mahasiswa Universitas Mulawarman (Unmul) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan merakit bom molotov, resmi mengajukan permohonan penangguhan penahanan ke Polresta Samarinda.

Permohonan itu disampaikan setelah para mahasiswa  ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap dalam penggerebekan di sekretariat Himpunan Mahasiswa Sejarah (Himsera) FKIP Unmul pada Minggu malam (31/8), atau H-1 aksi besar Aliansi Mahakam yang dilaksanakan pada 1 September 2025.

Malam itu, sekitar pukul 23.00 WITA, tim Polresta Samarinda menggerebek sekretariat Himsera di kawasan Kampus Banggeris. Dari lokasi, polisi mengamankan 22 mahasiswa dan menyita sejumlah barang bukti, termasuk botol berisi cairan yang diduga bahan bakar, sumbu, serta sejumlah alat yang diduga akan dirakit sebagai bom molotov.

Seluruh mahasiswa kemudian dibawa ke Polresta untuk pemeriksaan. Dari jumlah tersebut, 18 orang pun dipulangkan setelah menjalani pemeriksaan, sementara empat lainnya, yakni mahasiswa angkatan 2022 dan 2023 justru ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (3/9).

Empat mahasiswa Unmul tersangka perakit bom molotov saat digiring petugas Polresta Samarinda, Rabu (3/9/2025). (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, menyebut bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup. Keempatnya dijerat Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 jo. Pasal 187 subsider Pasal 187 bis KUHP.

Penasihat hukum tersangka, Advokat Paulinus Dugis,  membenarkan telah mengajukan permohonan penangguhan penahanan. Surat penjaminan diajukan Rektor Unmul bersama sejumlah organisasi mahasiswa kelompok Cipayung, seperti HMI, GMNI, dan GMKI.

“Tujuan penangguhan agar keempat adik-adik ini bisa tetap kuliah, dibina kampus maupun organisasi. Mereka tidak akan melarikan diri atau mengulangi perbuatannya. Prinsipnya asas praduga tak bersalah tetap berlaku,” ujarnya, Kamis malam (4/9).

Lebih lanjut, Paulinus mengungkapkan bahwa ada dua nama lain yang disebut-sebut dalam penyidikan, yakni Niko dan Lai, serta seorang yang diduga berperan besar sebagai jenderal lapangan. Menurutnya, justru ketiganya patut diusut lebih jauh karena para mahasiswa yang kini ditahan hanya berada di lokasi saat barang bukti ditemukan.

“Klien kami tidak tahu-menahu soal asal-usul barang tersebut. Bahkan mereka menyebut barang itu dipersiapkan oleh Niko dan Lai di lokasi. Makanya, kami mendesak polisi segera menangkap mereka agar perkara ini semakin terang, dan berita yang beredar tidak simpang siur,” jelasnya.

Salah satu mahasiswa beber Paulinus, bahkan telah menerima pesan singkat dari nomor tak dikenal yang menanyakan kesiapan barang di sekretariat. Ini menunjukkan ada pihak lain yang lebih berperan, sebab barang itu sudah ada di lokasi sebelum kehadiran keempat tersangka ini.

“Sebelumnya kami berterima kasih kepada kepolisian, namun kami harap jika memang ada aktor intelektual atau pihak lainnya yang terlibat, segera diungkap oleh pihak kepolisian agar semuanya benar-benar transparan,” tegasnya.

Selain penangguhan penahanan, tim kuasa hukum juga membuka opsi mengajukan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya prosedur penangkapan dan penetapan tersangka. Namun langkah itu masih akan diputuskan sesuai perkembangan penyidikan.

“Besar harapan kami penangguhan ini dapat dikabulkan, bahkan bila tidak cukup bukti, bisa saja penyidik menerbitkan SP3. Yang jelas, klien kami bukanlah perakit molotov. Mereka mahasiswa sejarah, bukan kimia atau teknik, dan tidak pernah membeli atau meracik bahan itu. Barang itu sudah ada di lokasi,” pungkas Paulinus Dugis.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: