
BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Hasil Monitoring Center for Prevention (MCP) dan Survei Penilaian Integritas (SPI) tahun 2024, Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat skor MCP rata-rata 80,35 dan SPI 69,95 dari skala 100. Angka SPI tersebut menempatkan Kaltim masih dalam kategori waspada korupsi dan sekaligus menandakan perlunya peningkatan pengawasan dan tata kelola.
Kota Bontang dan Balikpapan menjadi daerah dengan skor MCP tertinggi, masing-masing 95,47 dan 95,34. Meski demikian, Kabupaten Kutai Timur (61,54) dan Mahakam Ulu (66,76) berada di posisi terendah.
Perbedaan capaian ini, menunjukkan masih adanya ketimpangan dalam penerapan standar pencegahan korupsi di wilayah Kaltim.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Daerah (Rakorwil) 2025 bertema “Sinergi dan Kolaborasi dalam Upaya Mewujudkan Pemerintahan Daerah yang Bebas Korupsi” di Balikpapan, Rabu (10/9/2025).
“Sangat penting komitmen pemerintah daerah Kalimantan Timur untuk memperkuat integritas dan menutup celah praktik korupsi,” tegasnya.
Menurut Setyo Budiyanto, ada delapan area intervensi MCP yang terus diawasi KPK di Kaltim. Delapan area itu meliputi perencanaan, penganggaran, pengadaan barang dan jasa, pelayanan publik, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), manajemen ASN, pengelolaan barang milik daerah, serta optimalisasi pajak daerah.
“KPK pun telah mengidentifikasi sejumlah titik rawan yang berpotensi memunculkan praktik korupsi di Kaltim. Di antaranya jual beli jabatan, konflik kepentingan dalam kebijakan publik, penyalahgunaan dana hibah dan bansos, manipulasi laporan keuangan, penggelembungan PAD, korupsi pengadaan barang dan jasa, hingga suap dan gratifikasi dalam perizinan usaha.”
KPK terima 80 pengaduan
Selain itu, praktik pungutan liar di sektor pelayanan publik masih menjadi perhatian serius. Menurut Setyo Budiyanto, sepanjang 2023-2025, KPK menerima 80 pengaduan dari masyarakat terkait Pemerintah Provinsi Kaltim.
Kota Balikpapan (44 pengaduan), Kutai Kartanegara (31), dan Kutai Timur (29) menjadi daerah dengan laporan tertinggi. Jenis pengaduan meliputi dugaan penyalahgunaan anggaran, gratifikasi, suap, hingga pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
KPK menekankan pentingnya memperkuat sistem pengaduan masyarakat serta Whistleblowing System (WBS) agar kontrol sosial berjalan efektif.
“Pengaduan masyarakat ini menjadi sinyal adanya celah korupsi yang perlu diantisipasi. Perlu strategi dan atensi penuh dari semua pihak, terutama penyelenggara negara, untuk menutup celah ini,” ungkapnya.
Setyo Budiyanto mengharapkan pejabat mulai mengedepankan transparansi, regulasi yang jelas, dan akuntabilitas. Pengawasan juga harus berjalan tanpa intervensi dan kepentingan apa pun.
Penulis : Putri | Editor : Intoniswan
Tag: KorupsiKPK