Rudy Mas’ud Klaim Belum Ada Penyalahgunaan BBM Subsidi di Kaltim

Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud (niaga.asia/Nur Asih Damayanti)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Pemprov Kaltim menegaskan lagi larangan kendaraan operasional industri seperti pertambangan dan perkebunan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, seperti Bio Solar dan Pertalite.

Larangan itu untuk memastikan distribusi BBM tepat sasaran, sekaligus mencegah terjadinya kelangkaan kembali BBM di tengah masyarakat.

Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud meminta Pertamina Patra Niaga Kalimantan untuk mengawasi distribusi BBM subsidi, seiring kejadian antrean panjang di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di berbagai daerah di Kaltim.

“Bagaimana agar BBM subsidi ini tidak banyak digunakan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian misalkan pertambangan, perkebunan, termasuk jasa angkut barang atau kontainer. Semua harus menggunakan BBM industri bukan subsidi,” kata Rudy, ditemui di Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda, Senin 6 Oktober 2025.

Rudy menjelaskan jika terjadi penyalahgunaan BBM subsidi ini, menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kelangkaan BBM subsidi di masyarakat, sehingga mengakibatkan antrean panjang yang juga akan menyusahkan masyarakat.

“Kita mencari solusi layout-nya bagaimana, terlebih kita kilangnya ada disini,” ujar Rudy.

Meskipun demikian, menurut Rudy sejauh ini belum ditemukan adanya praktek penyalahgunaan BBM subsidi. Dia lebih menekankan upaya pencegahan penyalahgunaan.

Menurut Rudy, BBM subsidi ini hanya diperuntukkan untuk kendaraan masyarakat kurang mampu dan transportasi angkutan umum saja.

“Temuan (penyalahgunaan BBM subsidi) belum ada. Kita memitigasi supaya tidak terjadi dan agar BBM subsidi ini menjadi hak masyarakat kita,” tegas dia.

Selain BBM, masalah lain yang sering terjadi adalah soal elpiji 3 kilogram, yang juga sering terjadi disparitas harga LPG bersubsidi ini di masyarakat.

“Karena keluar dari Pertamina harganya kurang lebih Rp15 ribu tapi yang terjadi di lapangan terutama remote area (daerah terpencil) bisa Rp 30 ribu- Rp 50 ribu,” ujarnya.

Selain itu, tidak jarang elpiji bersubsidi ini dibeli oleh masyarakat mampu maupun pelaku industri. Meminimalisir itu, Rudy meminta agar agen-agen dan pangkalan juga menjual LPG non subsidi.

“Jadi orang yang berkemampuan tidak membeli (LPG) yang menjadi jatahnya masyarakat miskin,” demikian Rudy Mas’ud.

Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi

Tag: