RDP di DPRD Nunukan, DLH Kaltara: Hanya Pendangkalan Sungai Krasi Dilaporkan

Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Ryan Antoni, memimpin Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Nunukan dengan masyarakat adat Tidung dan perusahaan tambang batubara PT MIP, Senin (06/10/2025). (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Perwakilan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Pemerintah (Pemprov) Kaltara, Marni K menerangkan pada tahun 2024 DLH Pemprov Kaltara, menerima laporan dari Koordinator Federasi Serikat Buruh Kaltara terkait pendangkalan sungai Krasi di Kecamatan Sembakung.

“Laporan yang masuk sungai Krasi, sedangkan sungai sungai Urad dan sungai Pasir Linuang Kayam tidak diinformasikan, jadi kami hanya mengunjungi sungai Krasi,” Marni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Nunukan yang dipimpin  Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Kalimantan Utara, Ryan Antoni, Senin (06/10/2025).

Untuk diketahui masyarakat adat Tidung Sembakung mengadukan PT MIP ke DPRD Nunukan dengan alasan aktivitasnya telah membuat  tiga sungai mengalami pendangkalan dan nelayan kesulitan mencari nafkah. Warga menuntut ganti rugi kepada PT MIP miliaran rupiah.

Atas hasil penelitian, DLH Pemprov Kaltara telah menerbitkan teguran tertulis kepada PT MIP untuk melakukan normalisasi sungai Krasi karena terjadi banyaknya sisa-sisa kayu hanyut di sungai.

Salah satu sanksi diberikan adalah meminta pihak perusahaan memasang tiang-tiang pancang di tepi sungai guna menjaring sisa-sisa kayu-kayu tidak hanyut ke hilir sungai yang bisa mengganggu aktifitas nelayan.

“Kami mohon maaf tidak ke sungai sungai Urad dan Sungai Pasir Linuang Kayam karena tidak masuk laporan, tapi sudah disampaikan PT MIP tetap harus normalisasi sungai,” terangnya.

General Manager PT MIP Nunukan, M Robert Boron menerangkan, PT MIP secara berkala melakukan evaluasi terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang hasilnya dilaporkan ke pemerintah pusat tembusan DLH Kaltara.

“Tiap triwulan RKL dan RPL Amdal, kalau ada kondisi mengarah ke pencemaran lingkungan tentunya laporan itu akan ditegur pemerintah pusat dan Kaltara,” jelasnya.

Perusahaan sangat bertanggung jawab bukan hanya terhadap pengelolaan lingkungan sesuai izin diberikan. Kalaupun ada pencemaran terhadap sungai, tentunya harus ada pengujian terhadap kualitas air.

Soal tuntutan ganti rugi masyarakat adat, Robert meminta DLH Kaltara melakukan pengecekan lingkungan yang hasilnya dibawa dalam forum DPRD untuk dibahas guna solusi penyelesaian masalah.

“Kalau sekarang saya di minta bernegosiasi sekarang tidak bisa, saya harus menyampaikan ke pimpinan, nanti hasil negosiasinya kita sepakati bersama,” tutupnya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan | Advertorial

Tag: