Kejati Kaltim: Surat Penangkapan dan Pembekuan Aset Thessalonica Tidak Sah

Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kaltim Tony Yuswanto (niaga.asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timir (Kejati Kaltim) melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum, Toni Yuswanto mengklrifikasi surat nomor PRINT-5218/M.1.14/Fu.2/11/2025,  Tangal 11 November 2025, Perihal: Pelaksanaan Penangkapan dan Pembekuan Aset Thessalonika adalah tidak benar dan tidak sah.

”Surat tersebut disebar secara random oleh orang yang tidak bertanggungjawab melalui pesan media sosial Whatsapp kepada masyarakat di Kaltim,” kata Toni dalam klarifikasi tertulisnya, hari ini, Rabu (12/11/2025)

Menurut Toni, surat tersebut tidak benar dan tidak sah adanya, karena kop surat yang beredar adalah Kejaksaan Agung namun alamat Website yang tertera adalah Website dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, seharusnya alamat website yang benar adalah www.kejaksaan.go.id

Nama pejabat Jaksa Agung Muda Intelijen di dalam surat adalah SUYANTO R. SUMARTA adalah tidak benar adanya dikarenakan pejabat Jaksa Agung Muda Intelijen yang benar saat ini pertanggal surat adalah Prof. Dr. Reda Manthovani.

“Dengan ini kami mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terpengaruh dan berhati-hati terhadap surat atau informasi serupa yang beredar. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, silakan merujuk kepada sumber resmi kami di www.kejati-kaltim.go.id,” kata Toni.

“Kepada masyarakat yang menerima surat sejenis agar mengabaikan,” pungkasnya.

Surat Palsu.

Sebagaimana diberitakan Niaga.Asia sebelumnya, masyarakat  perlu mewaspadai penipuan dan pemerasan secara elektronik  menggunakan dalih telah melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Berdasarkan informasi yang diterima Niaga.Asia, oknum berinisial SD yang mengaku-ngaku penyidik dari Unit 3 Bareskrim Polri, membuat surat palsu dan menghubungi korbannya secara acak menggunakan telepon nomor 081859247922 dan 081878544902.

Kepada korbannya, SD mengirim dokumen palsu seseorang yang telah melakukan TPPU dan kini dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Polri. Kepada calon korbannya, SD juga mengirimkan surat palsu atas nama lembaga Kejaksaan Agung. Korban dituduh terlibat dalam jaringan pelaku TPPU.

“SD dalam teleponnya minta untuk ditemui di Balikpapan, tapi datang sendiri, atau tanpa didampingi keluarga atau pengacara,” ungkap Thessalonica, salah seorang yang hendak dijadikan korban kepada Niaga.Asia.

Menurut Thessa, SD juga minta dirinya untuk tidak menyebarluaskan informasi keterkaitan dirinya  dengan ancaman akan didenda Rp1 miliar dengan mengutip ketentuan Pasal 45 Ayat 1 KUH Pidana Tahun 2016.

“Saya juga diancam akan dihukum 6 tahun penjara,” katanya.

Perbuatan SD dapat dikategorikan penipuan elektronik, kejahatan yang dilakukan melalui media elektronik seperti internet, telepon, atau media sosial dengan cara-cara seperti phishing (memancing data pribadi), scam, atau account takeover. Pelaku memanfaatkan tipu muslihat untuk mendapatkan keuntungan secara melawan hukum.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: