Pemangkasan DBH Oleh Pemerintah Pusat Bentuk Pengabaian Terhadap Hak-hak Kaltim

Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis berfoto bersama Ketua Fraksi Vendy Meru dan jajaran setelah RDP di Gedung E DPRD Kaltim, Selasa malam (11/11). (Niaga.Asia/Lydia Apriliani)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Forum Aksi Rakyat Kalimantan Timur (Fraksi Kaltim) menilai kebijakan pemerintah pusat memangkas  dana bagi hasil (DBH) atau transfer ke daerah (TKD) untuk Kaltim tahun in i dan tahun depan, tidak hanya merugikan, tetapi juga mengabaikan hak-hak Kaltim sebagai daerah penghasil sumber daya alam terbesar kedua di Indonesia.

Hal itu disampaikan Ketua Fraksi Kaltim Vendy Meru dalam RDP dengan  DPRD Kaltim, Selasa malam (11/11). RDP ini dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis serta dihadiri perwakilan DPRD Kota Samarinda dan Kabupaten Kutai Kartanegara.

“Kalau dalam satu minggu tidak ada tindak lanjut dari DPRD Kaltim, kami akan melakukan gerakan bertanya, apakah Kaltim benar-benar dianggap penting bagi Indonesia atau tidak. Bentuknya adalah, kami akan tutup Sungai Mahakam,” tegas Vendy Meru.

Menurutnya, Sungai Mahakam merupakan nadi logistik dan jalur utama distribusi batubara di Kaltim. Penutupan aliran sungai ini diyakini bakal langsung mengguncang rantai pasok energi nasional dan pada akhirnya akan menjadi bukti bahwa Kaltim bukan sekadar penonton dalam roda ekonomi Indonesia.

“Kalau setelah ditutup pemerintah pusat meminta dibuka, itu bukti kita dibutuhkan. Tapi kalau mereka diam, berarti kita bukan bagian penting dari ekonomi nasional,” jelasnya.

Langkah itu tentu saja bukan omon-omon atau hanya sekedar ancaman kosong belaka, melainkan bentuk keputusasaan usai berbagai jalur perjuangan diabaikan. Padahal, kata dia, Kaltim berhak memperoleh porsi keuangan yang adil karena menjadi penyumbang devisa besar dari sektor tambang dan migas.

“Kaltim ini urutan kedua penyumbang devisa negara. Tahun 2024 saja nilai PDRB kita itu mencapai Rp858 triliun. Tapi rakyat masih hidup di bawah garis kemiskinan. Pemerintah pusat harus punya hati dan keadilan untuk daerah penghasil,” tambahnya.

Vendy menyebut perjuangan Fraksi Kaltim bukanlah gerakan politik, melainkan murni perjuangan rakyat lintas golongan. Forum ini menghimpun berbagai ormas, tokoh adat, tokoh masyarakat, hingga pemuda yang bersatu menolak pemangkasan DBH dan menuntut keadilan fiskal untuk Kaltim.

“Sekali lagi saya tegaskan di sini tidak ada tendensi pribadi. Apalagi yang berhubungan dengan politik, ormas, agama, suku dan lain-lain, kita membaur, kita satu. Kaltim adalah milik kita semua. Kalau masyarakat sejahtera, itu adalah kebanggaan dari perjuangan fraksi ini bersama-sama dengan anggota dewan kita,” terangnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kaltim dari Fraksi PDI Perjuangan, Ananda Emira Moeis menyatakan DPRD mendukung sepenuhnya aspirasi itu. Sebab, pemangkasan DBH dan Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat akan memberi efek domino terhadap pembangunan dan ekonomi daerah.

“Kalau DBH dipotong, dampaknya bukan hanya di provinsi, tapi juga kabupaten dan kota. Pembangunan bisa tersendat, ekonomi masyarakat ikut tertekan,” tuturnya.

DPRD Kaltim tegas Ananda Emira Moeis, akan segera berkoordinasi dengan Gubernur Kaltim dan para kepala daerah lainnya untuk benar-benar menyusun langkah strategis melobi pemerintah pusat. Upaya ini disebut sebagai perjuangan kolektif antara eksekutif, legislatif, dan masyarakat Kaltim.

“Kami akan jalan bersama, tidak bisa sendiri. Ini bukan soal politik, ini soal masa depan Kaltim sebagai provinsi penghasil yang seharusnya mendapatkan hak sesuai undang-undang,” paparnya.

Meskipun APBN 2026 telah disahkan dengan kebijakan pemangkasan TKD kata dia, masih ada ruang perjuangan dan tekanan politik daerah yang bisa ditempuh.

“Kami belum mendapat arahan dari pusat, tapi semua pihak harus bergerak. Dari provinsi hingga kabupaten/kota, kita sepakat untuk berjuang bersama,” pungkasnya.

Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan

Tag: