Akademisi Uniba Soroti Tanggung Jawab Hukum Developer Grand City Soal Tragedi 8 Anak Tewas

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto. (istimewa)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Tragedi mengerikan menewaskan 6 anak di sebuah kubangan di Kilometer 8 Jalan PDAM, Kelurahan Graha Indah, Balikpapan Utara, Senin 17 November 2025 sore, masih menjadi perhatian publik.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Balikpapan, Rinto berpendapat, pihak pengembang Grand City, Sinarmas Land, dalam posisi yang harus bertanggung jawab jika unsur kelalaian terbukti.

Peristiwa tenggelamnya 6 anak di kubangan itu sebelumnya dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama sejumlah OPD, mulai dari DLH, Disperkim, DPU, jajaran RT, hingga manajemen Sinarmas Land.

Dalam forum tersebut, muncul dugaan kelalaian terkait keamanan area pembangunan. Meski begitu, Sinarmas membantah lokasi kejadian berada di area Grand City.

Rinto menilai keberadaan kubangan tanpa pagar pengaman sebagai bentuk culpa serius dalam kegiatan konstruksi. Menurutnya, standar keselamatan publik seharusnya menjadi kewajiban utama pengembang.

Culpa sendiri dalam penjelasan kasus, adalah bentuk kelalaian yang diakui secara hukum, bukan kesengajaan, tetapi tetap bisa berakibat pidana.

“Jika prosedur keamanan diabaikan, maka konsekuensinya bukan hanya administrasi. Pertanggungjawaban pidana bisa langsung diarahkan,” kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu 19 November 2025.

Ia menyebutkan beberapa pasal KUHP yang relevan untuk membongkar potensi tindak pidana dalam kasus ini, antara lain Pasal 359 KUHP tentang Kelalaian yang mengakibatkan hilangnya nyawa (ancaman hingga 5 tahun penjara).

Kemudian Pasal 360 KUHP kelalaian yang menyebabkan luka berat. Juga Pasal 361 KUHP kelalaian dalam pekerjaan dengan ancaman hukuman yang lebih berat.

Selain itu, dia menegaskan bahwa tanggung jawab bukan hanya pada individu penanggung jawab lapangan, tetapi juga pada korporasi atau perusahaan pengembang, sesuai mekanisme dalam Peraturan MA No.13/2016 tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.

“Jika kelalaian terbukti, korporasi dapat dikenai denda besar, penghentian kegiatan, bahkan pencabutan izin. Hukum tidak boleh hanya tegas pada masyarakat kecil,” tegas Rinto.

Menurut akademisi itu, pemerintah daerah dan OPD terkait memiliki dasar kuat untuk mengeluarkan sanksi administratif mulai dari penghentian sementara proyek, kewajiban pemulihan area, hingga pencabutan izin lingkungan bila ditemukan pelanggaran dalam pengelolaan kawasan.

Dalam aspek perdata, keluarga korban disebut memiliki ruang untuk menuntut ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 dan 1370 KUHPerdata.

“Ganti rugi tidak hanya materi, tetapi juga immateriil karena ada penderitaan nyata yang dialami keluarga,” ujarnya.

Rinto juga menilai kecelakaan ini menggambarkan lemahnya manajemen risiko pembangunan kawasan hunian modern.

Ia menegaskan bahwa proyek sebesar Grand City seharusnya tidak mengabaikan prinsip keselamatan dasar.

“Galian yang dibiarkan tanpa pagar adalah kelalaian mendasar yang tidak dapat ditoleransi,” terangnya.

Masih dalam pernyataannya, dia mendesak pemerintah kota dan aparat kepolisian untuk mengambil tindakan tegas terhadap pengembang.

Kemudian melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek perumahan lainnya, serta memastikan insiden serupa tidak terulang.

“Hukum harus memberi perlindungan, terlebih kepada anak-anak. Kita tidak boleh membiarkan tragedi ini dianggap sebagai musibah biasa,” demikian Rinto.

Penulis : Heri | Editor : Saud Rosadi

Tag: