
BALIKPAPAN, NIAGA.ASIA – Tragedi banjir bandang yang menerjang sejumlah wilayah di Sumatera memaksa daerah lain memperkuat kesiapsiagaan. Balikpapan, meski dinilai berisiko banjir bandang rendah, tetap menghadapi ancaman rutin berupa genangan, longsor, dan pergerakan tanah yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Balikpapan mencatat sepanjang Januari-November 2025 telah terjadi 7 kejadian banjir, 17 genangan air pada jalan utama dan gang, 8 tanah longsor, serta 54 pergerakan tanah.
Pola itu memperlihatkan bahwa gangguan permukaan tanah menjadi ancaman paling dominan atau lebih besar dibanding banjir bandang.
Kepala BPBD Balikpapan, Usman Ali, menjelaskan bahwa kondisi geografis kota dengan kawasan pesisir berbukit serta jalur sungai yang relatif terjaga membuat potensi banjir bandang tergolong kecil.
“Kemungkinan banjir bandang di Balikpapan kecil. Jalur sungai masih baik dan pembukaan hutan sangat minimal,” kata Usman, Senin (1/12/2025).
Namun, lanjutnya, risiko bencana meningkat akibat aktivitas pembangunan pada kawasan lereng serta pertumbuhan permukiman tidak berizin.
BPBD memetakan lokasi rawan berdasarkan struktur tanah dan kepadatan pemukiman. Wilayah utara diprediksi memiliki potensi banjir lebih tinggi, sementara longsor dan pergerakan tanah umum terjadi di Balikpapan Tengah dan Selatan, terutama di area Gunungsari dan Prapatan.
“Banyak perumahan di lereng bukit tidak memiliki izin resmi. Pembentukan alam (rendering) dan pemotongan tanah yang tidak sesuai teknis meningkatkan risiko longsor. Titik-titik ini tidak banyak berubah lebih dari sepuluh tahun,” jelasnya.
Selain permukiman, pembangunan perumahan skala besar dan aktivitas tambang kecil disebut turut memperlemah struktur tanah jika tidak diawasi ketat.
Salah satu titik paling kritis berada di Jalan MT Haryono, yang menjadi simpul pertemuan lima saluran besar.
“Saat pasang laut, air membutuhkan 2-5 jam untuk surut. Ini yang membuat genangan cepat muncul,” ucap Usman.
BPBD masih mengkonsolidasikan data banjir besar lima tahun terakhir, tetapi pola genangan stabil pada titik yang sama.
Untuk menekan risiko bencana, BPBD Balikpapan menerapkan mitigasi berbasis pengawasan tata ruang dan respons cepat lintas lembaga, meliputi:
– Edukasi dan partisipasi masyarakat, termasuk larangan membuang sampah besar ke drainase.
– Pemantauan kanal dan saluran air, termasuk pembersihan rutin dan pembuatan kanal tambahan.
– Koordinasi dengan pengembang dan OPD teknis untuk memastikan pembangunan tidak memperburuk aliran air.
– Pengawasan area rawan lereng dan jalur evakuasi.
Kolaborasi dengan Basarnas dan relawan KATANA untuk respons cepat dan deteksi dini.
“Kami memantau saluran air dan membuat kanal agar tidak tersumbat. Infrastruktur drainase yang terawat sangat memengaruhi kecepatan surut air,” ungkapnya.
Sistem peringatan dini masih bertahap diterapkan, namun integrasi informasi lapangan disebut menjadi faktor penentu efektivitas tanggap darurat.
Usman menegaskan peristiwa Sumatera menjadi referensi penting dalam penyusunan strategi Balikpapan.
“Karakter geografis berbeda, tetapi pelajarannya sama: curah hujan ekstrem dan tata kelola ruang menentukan tingkat risiko,” tuturnya.
Pemerintah daerah kini memperketat pengawasan pembangunan berbasis lereng serta memperkuat kapasitas masyarakat sebagai garda pertama penanganan.
Penulis : Putri | Editor : Intoniswan
Tag: Mitigasi Banjir