Proyek RPU Kutai Timur Terbongkar, Pejabat dan Penyedia Jadi Tersangka

Konferensi pers pengungkapan kasus di Mako Polda Kaltim, Balikpapan, Rabu 3 Desember 2025. (niaga.asia/Heri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA — Polda Kalimantan Timur mengungkap dugaan permainan anggaran pada proyek pengadaan Rice Processing Unit (RPU) milik Dinas Ketahanan Pangan Kutai Timur Tahun Anggaran 2024.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni GP selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), DJ sebagai PPTK, serta BR yang bertindak sebagai penyedia.

Demikian disampaikan Direktur Reskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Bambang Yugo Pamungkas bersama Kasubdit Tipikor AKBP Kadek Adi Budi Astawa, dalam penjelasanya, Rabu 3 Desember 2025.

Bambang menyebut bahwa penyelidikan dilakukan secara mendalam, termasuk memeriksa 37 saksi dari berbagai latar belakang serta lima ahli terkait.

“Subdit Tipidkor berhasil mengungkap penyimpangan dalam proses pengadaan mesin RPU yang seharusnya mendukung ketahanan pangan Kutai Timur,” kata Bambang.

Sebagai bagian dari proses penyidikan, polisi menyita sembilan ponsel, dua unit komputer, sejumlah dokumen penting, hingga uang tunai Rp7 miliar yang diklaim sebagai penyelamatan kerugian negara.

Penyidik memaparkan bahwa perkara ini bermula pada Maret 2024 ketika GP dan DJ melakukan kunjungan bersama BR dan LN dari PT SIA ke sebuah koperasi.

Dalam pertemuan itu, BR disebut mulai menyiapkan rancangan mesin RPU berkapasitas 2–3 ton per jam berikut fasilitas pengering.

Pada April 2024, DJ memberi tahu LN bahwa anggaran sekitar Rp25 miliar telah disiapkan untuk proyek ini. Dari sana, PT SIA kemudian menyusun laporan survei dan standar satuan harga (SSH) senilai Rp24,99 miliar yang langsung ditandatangani DJ.

Penyidik menilai seluruh proses tersebut sarat rekayasa. Mulai dari dokumen teknis, penyusunan harga, hingga persiapan pengadaan, semuanya dilakukan tanpa survei lapangan, bahkan banyak berbasis data yang diberikan langsung oleh pihak penyedia.

Tanggal 14 Mei 2024, BR meminta LN mengunggah 18 item komponen RPU ke dalam e-katalog.

Pada saat yang sama, DJ disebut ikut meminta dokumen pembanding harga dari perusahaan lain, namun penyidik menemukan adanya permintaan dari BR agar nilai pembanding dibuat mendekati angka Rp25 miliar.

Penyidik juga menyinggung rangkaian perjalanan dinas para pihak ke luar negeri pada akhir Juni, awal Juli 2024, yang disebut sebagai kunjungan ke pabrik pembuat mesin RPU.

Pada Agustus, BR memesan sejumlah item pendukung senilai Rp2,13 miliar. Seiring berjalan, BR juga membuat kesepakatan dengan penyedia lokal untuk pembuatan komponen tambahan sekaligus membayarkan uang muka.

Sementara itu, GP menyiapkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) hanya dengan menyalin dokumen anggaran sebelumnya tanpa mencantumkan standar teknis seperti SNI, TKDN, PDN, ataupun garansi.

Dokumen pemeriksaan pekerjaan kemudian ditandatangani DJ pada 3 Desember 2024, menyatakan pekerjaan sudah 100 persen selesai. Faktanya, seluruh barang masih dalam peti dan belum terpasang di lokasi.

Adapun modus operandi dan peran tersangka yakni GP (PPK) diduga mengarahkan proyek kepada satu penyedia tertentu. Kemudian menyusun spesifikasi teknis tanpa survei, serta menyusun dokumen pengadaan yang tidak sesuai standar, dan menerima pekerjaan secara penuh walaupun barang belum terpasang.

Selanjutnya DJ (PPTK), menandatangani dokumen survei harga yang tidak pernah dilakukan, membantu menyiapkan dokumen pengadaan menggunakan data dari penyedia, dan menandatangani kelengkapan administrasi untuk pembayaran meski pekerjaan belum rampung.

BR (Penyedia barang) memberikan dokumen teknis kepada DJ untuk mengunci spesifikasi sejak awa dan Menyiapkan tautan e-katalog, screenshot produk sebagai lampiran resmi, dan mengirim barang yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan dokumen pengadaan.

Ketiga tersangka dijerat pasal tindak pidana korupsi berdasarkan UU 31/1999 jo UU 20/2001 serta Pasal 55 ayat (1) KUHP. Mereka menghadapi hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal seumur hidup.

Penyidik memperkirakan kerugian negara mencapai Rp10,8 miliar dari proyek yang awalnya bernilai Rp20 miliar, namun melonjak menjadi Rp24,9 miliar.

Bambang menegaskan bahwa penetapan tiga tersangka ini bukan akhir dari kasus. Pihaknya masih menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain, baik dari instansi pemerintah maupun perusahaan yang terkait pengadaan.

“Masih ada sejumlah pihak yang sedang diperiksa. Kami akan buka hasilnya ketika seluruh prosesnya sudah tuntas,” ucapnya.

Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi

Tag: