Perlu Kehati-hatian Kepala Daerah Menetapkan Hutan Adat

Anggota Komisi IV DPR RI, Sturman Panjaitan. (Foto Istimewa)

PALEMBANG.NIAGA.ASIA – Panitia Kerja (Panja) penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Komisi IV DPR RI kembali turun ke daerah untuk melakukan serap aspirasi.

Kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi bermakna (meaningful participation) ini menjadi kesempatan bagi Panja RUU Kehutanan untuk menghimpun masukan langsung dari pemangku kepentingan sebelum proses revisi dilakukan.

Anggota Komisi IV DPR RI, Sturman Panjaitan, mengatakan bahwa Panja harus mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari berbagai daerah agar revisi UU Kehutanan dapat menjawab persoalan aktual di lapangan.

“Ini sudah kali keempat kita ke luar kota untuk RDPU agar Panja benar-benar mendapatkan masukan yang luar biasa dan aktual,” ujar Sturman Panjaitan kepada Parlementaria usai mengikuti rapat Kunjungan Kerja Panja RUU Kehutanan Komisi IV DPR RI di Kantor BPKH II Palembang, Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan, Selasa (02/12/2025).

Dalam pertemuan tersebut, salah satu isu yang mengemuka adalah usulan untuk menambahkan frasa bahwa penetapan hutan adat dilakukan oleh kepala daerah. Namun, Politisi Fraksi Partai PDI-Perjuangan ini mengingatkan bahwa kewenangan tersebut harus dipertimbangkan secara sangat hati-hati.

“Tadi disarankan agar hutan adat itu ditetapkan oleh kepala daerah. Saya katakan, kita harus hati-hati. Kepala daerah bisa saja memberikan penetapan itu tanpa koordinasi dengan Pemerintah Pusat, khususnya Kementerian Kehutanan. Ini sangat berbahaya,” tegasnya.

Sturman menyoroti kondisi kerusakan hutan yang terjadi di sejumlah wilayah, termasuk di Bukit Barisan. Menurutnya, penggundulan hutan di kawasan tersebut telah menimbulkan dampak serius berupa banjir bandang di berbagai daerah di Sumatera.

“Faktanya sekarang, banjir sudah melanda satu pulau di Sumatera akibat hutan di Bukit Barisan digunduli. Ketika hujan deras turun, banjir bandang langsung menerjang daerah dan menimbulkan korban,” ungkapnya.

Selain itu, pengaturan mengenai polisi hutan juga menjadi bahasan dalam penyusunan revisi UU. Legislator Dapil Kepulauan Riau ini menyebut bahwa pengaturannya tidak perlu terlalu detail dalam undang-undang, melainkan lebih tepat jika dijelaskan melalui regulasi turunan.

“Polisi hutan itu bisa diatur (dalam RUU), bisa tidak. Kalau dimasukkan terlalu rinci dalam RUU, justru terlalu kaku. Nantinya Peraturan Menteri atau Perpres bisa mengatur bagaimana mekanisme polisi hutan agar tidak ada lagi pihak-pihak yang menggunakan hutan di luar kepentingannya,” jelasnya.

Meskipun demikian, dirinya menegaskan bahwa seluruh masukan dari daerah akan menjadi pertimbangan penting bagi Panja dalam merumuskan perubahan UU Kehutanan. Sturman berharap revisi tersebut dapat memperkuat tata kelola hutan dan mencegah kerusakan ekologis yang lebih luas di masa mendatang.

Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan

Tag: