
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Beban berat yang ditanggung para dosen di Indonesia kembali menjadi perhatian dalam agenda Sosialisasi Sinergi Peningkatan Mutu Dosen yang digelar di Gedung Teater Fakultas MIPA Universitas Mulawarman (Unmul), Jumat (5/12/2025).
Sosialisasi ini dihadiri langsung oleh Rektor Unmul Abdunnur, Direktur Sumber Daya Ditjen Diktisaintek Sri Suning Kusumawardani serta Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian dan ratusan dosen yang hadir.
Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan bahwa dua masalah besar yang selama ini membelit profesi dosen harus menjadi prioritas perbaikan dalam kebijakan pendidikan tinggi nasional.
“Rasio dosen yang tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa dan kesejahteraan yang masih rendah menjadi perhatian kita semua,” ungkapnya.
Di hadapan 100 dosen peserta sosialisasi, Hetifah pun memaparkan ketimpangan yang sudah lama terjadi dalam ekosistem pendidikan tinggi.
Dari total 4.395 perguruan tinggi, Indonesia hanya memiliki 351.205 dosen, sementara jumlah mahasiswa mencapai 9.992.473 orang. Kondisi ini otomatis membuat banyak dosen menanggung beban mengajar yang sangat tinggi.
“Ya iyalah, kalau perguruan tingginya 4.395, mahasiswanya hampir 10 juta orang, ternyata dosennya cuma 351 ribu. Ya pasti beban kerja dosen-dosen itu jadi sangat tinggi. Kebayang kan,” jelasnya.
Rasio dosen yang tidak ideal ini berdampak langsung pada waktu dan ruang gerak dosen untuk menjalankan tugas inti lainnya, seperti penelitian dan publikasi. Banyak dosen-dosen yang akhirnya lebih fokus memenuhi jam mengajar demi memenuhi persyaratan administratif, sehingga kapasitas riset tertinggal dan produktivitas akademik menurun.

Masalah rasio ini, kata dia, makin diperparah dengan kualitas dan kualifikasi dosen yang juga belum merata di seluruh Indonesia. Data nasional menunjukkan hanya sekitar 25,7 persen dosen yang bergelar doktoral (S3).
Padahal kualifikasi ini, kini menjadi keharusan untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan daya saing riset perguruan tinggi Indonesia.
Selain soal rasio, ia juga membeberkan fakta yang tak kalah memprihatinkan, yaitu sekitar 42 persen dosen Indonesia masih bergaji di bawah Rp3 juta per bulan. Di banyak daerah, jumlah itu bahkan berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
“Ini enggak masuk akal. Dosen itu pendidik perguruan tinggi loh, mereka dituntut untuk terus meningkatkan kompetensinya, tapi kesejahteraannya belum memadai,” tegasnya.
Kondisi ini juga diperparah dengan adanya ketidakpastian pembayaran tunjangan kinerja dan proses refund, yang kerap dikeluhkan para dosen melalui berbagai kanal komunikasi.

Menurut Hetifah, kesejahteraan yang rendah tidak hanya memengaruhi standar hidup dosen, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas pembelajaran di kampus.
“Kalau dosennya tidak sejahtera, ya pasti terpengaruhlah gimana kita mengajarnya. Iya enggak,” ujarnya diikuti anggukan beberapa peserta.
Melalui sosialisasi ini, Hetifah menegaskan pihaknya membuka ruang bagi para dosen Unmul untuk menyampaikan masukan dan problem nyata yang mereka hadapi.
Semua aspirasi itu sangat penting untuk penyempurnaan draf kebijakan yang sedang digodok DPR dan pemerintah, termasuk revisi Permen 44 serta penyusunan Undang-Undang Sisdiknas baru yang akan mengintegrasikan beberapa regulasi dosen dan pendidik.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan
Tag: DosenPerguruan Tinggi