
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) ambil tindakan tegas dengan memanggil 8 Korporasi Besar Sumatera Utara. Menteri LH/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti kegagalan pengelolaan lingkungan yang diduga memicu bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara.
“Langkah ini bertujuan untuk memperoleh penjelasan langsung dari manajemen perusahaan mengenai aktivitas operasional yang diduga berkaitan dengan terjadinya banjir, sekaligus memastikan pemenuhan seluruh kewajiban pengelolaan lingkungan hidup. Kami tidak akan berkompromi terhadap pelaku usaha yang mengabaikan aspek keberlanjutan dan keselamatan masyarakat,” tegas Menteri Hanif, Kamis lalu (11/12/2025).
Menteri Hanif menekankan, pemanggilan ini bukan sekadar klarifikasi, melainkan upaya intensif untuk meminta keterangan manajemen, memverifikasi seluruh dokumen perizinan lingkungan, dan memastikan kepatuhan atas kewajiban pengelolaan lingkungan hidup yang selama ini dijalankan.
Delapan perusahaan tersebut adalah: PT Agincourt Resources, PT Toba Pulp Lestari, Sarulla Operations Ltd, PT Sumatera Pembangkit Mandiri, PT Teluk Nauli, PT North Sumatera Hydro Energy, PT Multi Sibolga Timber, dan PT Perkebunan Nusantara IV Kebun Batang Toru.
Dalam proses awal, KLH/BPLH telah menemukan sejumlah indikasi dan dugaan pelanggaran serius terkait pemanfaatan ruang dan tata kelola lingkungan. Beberapa temuan awal menunjukkan adanya praktik pembukaan lahan yang dilakukan di luar batasan persetujuan lingkungan, kegagalan perusahaan dalam menjaga areal konsesi dari aktivitas perambahan liar, hingga lemahnya pengelolaan dan pemantauan dampak lingkungan.
Secara spesifik, perusahaan-perusahaan tersebut dinilai lalai dalam mengendalikan erosi dan air larian (run-off), yang berdampak langsung pada pencemaran dan sedimentasi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Batangtoru dan Garoga.
“Untuk memastikan setiap temuan memiliki dasar hukum dan data teknis yang tidak terbantahkan, KLH/BPLH akan melakukan pendalaman lanjutan yang komprehensif. Pendalaman ini melibatkan kolaborasi dengan tim ahli independen, termasuk ahli hidrologi, geospasial, kerusakan lahan, dan model banjir,” tambah Menteri Hanif.
Pendekatan berbasis bukti ilmiah (scientific evidence) ini menjamin proses klarifikasi dan penegakan hukum berjalan secara transparan dan akuntabel, serta menjadi dasar kuat dalam menentukan kewajiban pemulihan lingkungan maupun sanksi tegas bagi entitas korporasi yang terbukti melanggar.
“Kami akan mengambil langkah hukum yang diperlukan demi menjamin pemulihan lingkungan dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang. Perlindungan lingkungan dan keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam setiap kegiatan usaha,” imbuh Menteri Hanif, menegaskan bahwa penegakan hukum lingkungan akan dilakukan seadil-adilnya.
Lebih lanjut Menteri Hanif menegaskan bahwa pemanggilan ini menegaskan komitmen KLH/BPLH untuk terus memperkuat pengawasan, mendorong transparansi, dan akuntabilitas para pelaku usaha.
“Ini adalah pesan keras bagi korporasi: Lingkungan bukanlah objek yang bisa dikorbankan demi profit,” pungkas Menteri Hanif.
Sumber: Siaran Pers Kementerian Lingkungan Hidup |Editor: Intoniswan
Tag: Lingkungan Hidup