
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Indusrti mikro dan kecil (IMK) berperan penting dalam perekonomian di suatu wilayah, dengan kontribusi signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi lokal, selain itu juga IMK menjadi pilar penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
IMK adalah usaha industri yang umumnya memiliki modal terbatas dan memanfaatkan tenaga kerja dari anggota keluarga. IMK seringkali bersifat padat karya dan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan pasar lokal.
Meskipun 33.551 usaha/perusahaan IMK di Kalimantan Timur (Kaltim) mempunyai potensi yang besar namun mereka juga memiliki berbagai tantangan dalam kegiatan usahanya seperti akses permodalan, teknologi dan pasar.
Demikian Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim dalam Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Kalimantan Timur 2024 yang dipublikasikan secara daring pada 19 Desember 2025. Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Kalimantan Timur 2024 merupakan publikasi hasil pelaksanaan Survei Industri Mikro dan Kecil (IMK) 2024.

Dalam VIMK24 Tahunan terpilih sebanyak 1.060 usaha yang tersebar di 310 blok sensus. Jumlah sampel ini dirancang untuk penyajian estimasi jumlah usaha golongan pokok usaha (KBLI 2-digit) tingkat provinsi.
Menurut Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, kerangka sampel Survei Industri Mikro dan Kecil 2024 Tahunan (VIMK24 Tahunan) menggunakan data hasil Sensus Ekonomi Tahun 2016 (SE2016). Kerangka sampel VIMK24 Tahunan merupakan data SE2016 yang berisi data pokok usaha/perusahaan industri dengan jumlah pekerja kurang dari 20 orang.
Industri mikro adalah perusahaan industri manufaktur yang pekerjanya antara 1–4 orang, sedangkan industri kecil adalah perusahaan industri manufaktur yang pekerjanya antara 5–19 orang.
Keberhasilan sebuah usaha/ perusahaan industri dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, termasuk di dalamnya adalah karakteristik pengusaha yang memimpin roda produksi usaha tersebut.
Sebanyak 39,69 persen usaha IMK di Kaltim hanya dikelola sendiri oleh pemiliknya. Sebanyak 5,72 persen pengusaha IMK berada pada usia lanjut, yang banyak mengelola di Industri Makanan (KBLI
10), Industri Pakaian Jadi (KBLI 14) dan Industri Minuman (KBLI 11).
Kemudian, sebanyak 44,31 persen atau 14.866 pengusaha IMK berpendidikan SMP ke bawah. Sementara usaha/perusahaan IMK yang dikelola oleh pengusaha yang mengenyam bangku kuliah (lulusan D1 ke atas) hanya sekitar 9,70 persen (3.255 pengusaha).
Pengusaha yang berpendidikan rendah sampai tinggi lebih banyak berkarya di Industri Makanan (KBLI 10). Pengusaha yang tidak tamat SD juga banyak bergerak di Industri Barang Galian Bukan Logam (KBLI 23).
Di samping Industri Makanan (KBLI 10), lulusan SMP banyak menjadi pengusaha Industri Minuman (KBLI 11). Demikian juga dengan lulusan dari universitas banyak bergerak di Industri Makanan (KBLI 10) dan Industri Minuman (KBLI 11).
Penyerapan tenaga kerja
Penyerapan pekerja oleh IMK di Kaltim tahun 2024 mencapai 72.393 orang, di mana 54,78 persen di antaranya merupakan pekerja perempuan, sedangkan sisanya adalah pekerja laki-laki sebanyak 45,22 persen.
Sebagian besar pekerja perempuan tersebut terserap pada Industri Makanan (KBLI 10), Industri Pakaian Jadi (KBLI 14), Industri Minuman (KBLI 11) dan Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik (KBLI 22).
”Pada kelompok industri tersebut banyak menyerap pekerja perempuan, karena dalam proses produksinya bisa dilakukan bersamaan dengan kegiatan mengurus rumah tangga. Perempuan biasanya diasosiasikan dengan pekerjaan domestik di dalam rumah tangga, sedangkan laki-laki diasosiasikan dengan tugas sebagai pencari nafkah utama,” papar Yusniar.

Dilihat dari usia pekerja, sebanyak 63.323 orang (95,91 persen) merupakan pekerja usia produktif yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun, dan sisanya dilakukan oleh pekerja anak (kurang dari 15 tahun) dan pekerja lanjut usia (65 tahun ke atas), masing-masing sebanyak 135 orang (0,30 persen) dan 2.467 orang (3,79 persen).
”Pekerja lanjut usia yang bekerja di usaha/perusahaan IMK didominasi oleh pekerja perempuan,” pungkasnya.
Serapan pekerja terbesar adalah pada Industri Makanan (KBLI 10), hampir separuh pekerja anak dan lanjut usia yang bekerja ikut serta dalam mengelola industri makanan yaitu sebesar 1.214 orang. Hal ini dimungkinkan terjadi karena tidak diperlukan keterampilan khusus dalam mengolah makanan sehingga relatif mudah dilakukan oleh pekerja anak dan lanjut usia.
Selain banyak terserap di Industri Makanan (KBLI 10), sebanyak 509 orang pekerja lanjut usia dan anak juga banyak mengelola Industri Minuman (KBLI 11) dan pada Industri Pakaian Jadi (KBLI 14) banyak menyerap tenaga kerja lanjut usia sebanyak 586 orang.
Dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar pekerja (61,95 persen) merupakan lulusan SMA ke atas. Sedangkan sisanya 38,05 persen pekerja IMK tidak tamat SD hingga Lulus SMP. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini IMK menjadi kegiatan yang menyerap dan diminati banyak pekerja dari kalangan berpendidikan tinggi. Persentase Lulusan SMA/SMK, Diploma hingga sarjana semakin meningkat yang terlibat pada aktivitas IMK.
Pekerja lulusan SMA ke atas banyak terserap pada Industri Makanan (KBLI 10) sebanyak 19.505 orang atau 43,49 persen, Industri Minuman (KBLI 11) sebanyak 7.528 orang atau 16,79 persen, pada Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya (KBLI 25) sebanyak 3.992 atau 8,90 persen dan Industri Pakaian Jadi (KBLI 14) sebanyak 3.762 orang atau 8,39 persen.
Sedikit berbeda dengan pekerja yang berpendidikan SMA ke atas, pekerja dengan pendidikan SMA ke bawah banyak terserap di Industri Makan (KBLI 10) sebanyak 15.967 orang atau 57,96 persen, Industri Minuman (KBLI 11) sebanyak 3.735 orang atau 13,56 persen, pada Industri Barang Galian Bukan Logam (KBLI 23) sebanyak 2.391 orang atau 8,68 persen.
Pekerja yang dibayar hanya 31,69 persen
Menurut Yusniar, BPS mencatat pekerja IMK yang merupakan pekerja dibayar hanya sebanyak 31,69 persen atau 22.941 orang, selebihnya merupakan pekerja tidak dibayar. Pekerja tak dibayar ini biasanya merupakan pemilik atau pengusaha itu sendiri dan pekerja keluarga lainnya.
“Pekerja perempuan lebih banyak menjadi pekerja yang tidak dibayar dibandingkan laki-laki. Hal ini terlihat dari jumlah pekerja perempuan tidak dibayar sebesar 40,54 persen, sementara pekerja laki-laki yang tidak dibayar sebesar 27,77 persen.,” ungkapnya.

Kelompok industri dengan persentase pekerja dibayar lebih besar dibandingkan pekerja tidak dibayar (lebih dari 60 persen) yaitu Industri Karet, Barang Dari Karet Dan Plastik (KBLI 22), Industri Reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (KBLI 33), Industri Barang Logam, Bukan Mesin Dan Peralatannya (KBLI 25).
Sementara beberapa kelompok industri dengan pekerja tidak dibayar yang relatif besar (lebih dari 85 persen) Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki (KBLI 15), Industri Mesin Dan Perlengkapan ytdl (KBLI 28) dan Industri pengolahan lainnya (KBLI 32) serta Industri farmasi, Obat dan Obat Tradisional (KBLI 21).
Balas jasa yang diberikan oleh usaha IMK kepada pekerja yang dibayar sebagian besar bernilai kurang dari 10 ribu sampai dengan 19 ribu rupiah per jam yaitu sebanyak 3.574 usaha/perusahaan atau sebesar 39,03 persen.
Sementara itu, usaha /perusahaan IMK dengan balas jasa di bawah 10 ribu rupiah per jam mencapai 2.225 usaha/perusahaan (24,30 persen) dan usaha /perusahaan IMK dengan balas jasa lebih dari 20 ribu rupiah per jam sebanyak 3.357 usaha/ perusahaan (36,66 persen).
Kelompok industri yang 50 persen atau lebih memberikan balas jasa antara 10 ribu rupiah dan di bawah 20 ribu rupiah per jam kepada pekerjanya yaitu Industri Reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan (KBLI 33), dan Industri Tekstil (KBLI 13).
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: IMK