
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Manisnya kue kembang loyang dan Bika Ambon Medan makanan khas Batak yang selalu disantap bersama keluarga di momen Natal, menjadi kerinduan yang tak terwujud bagi Elfrida Sentyana, yang kini tinggal menetap di Samarinda.
Perempuan asal Paranginan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara itu, telah lima tahun lamanya menapakkan kakinya di tanah perantauan Kalimantan Timur, memisahkannya dengan keluarganya untuk merantau mengadu nasib di ‘Bumi Etam’.
Setiap tahunnya di bulan Desember, perempuan berusia 22 tahun itu punya keinginan sederhana untuk pulang ke kampung halamannya. Namun karena berbagai hambatan dan keterbatasan biaya, dia memilih untuk kembali merayakan Natal di Samarinda.
Siang itu, Kamis 25 Desember 2025, sepulang dari Gereja, Elfrida menelepon ibunya dan mengucapkan selamat Natal, sekaligus mendoakan kesehatan untuk keluarganya.
Dengan mata berbinar, Elfrida mengingat kembali bagaimana kehangatan Natal bersama keluarga yang tercipta saat dia masih menetap di sebuah rumah kayu di Sumatera Utara.
“Kangen banget sama ibu tahun ini, cuma mau balik enggak ada uang. Semoga tahun depan bisa merayakan Natal dan tahun baru bersama keluarga. Meskipun saya jauh dari mereka, tapi di momentum Natal ini, saya selalu mendoakan agar keluarga saya selalu dilimpahkan kebahagiaan,” kata Elfrida saat berbincang bersama niaga.asia di hunian tinggalnya, kawasan Jalan Suwandi, Samarinda, Jumat 26 Desember 2025.
Momen Natal baginya merupakan refleksi untuk merayakan kelahiran tuhan Yesus Kristus yang turun ke bumi, untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
“Seperti Natal biasanya, kita umat Kristiani merayakan hari lahirnya Yesus ke dunia. Jadi kita perlu untuk mendekatkan diri seperti membaca al-kitab dan sebagainya,” ujar Elfrida.
Perempuan kelahiran 2003 itu awalnya memutuskan merantau ke Samarinda di 2020 lalu, ketika dia diterima kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Mulawarman.
Selama kuliah, Frida dikenal sebagai mahasiswi dengan segudang prestasi. Dia juga pernah menjadi Duta Peduli Sejarah Indonesia dan Pemuda Berprestasi Samarinda.

Setelah menyandang gelar sarjana, Elfrida berkeinginan untuk pulang dan menemani sang ibu di kampung. Namun rencana itu seketika berubah, manakala Elfrida mendapat pekerjaan menjadi seorang jurnalis di Samarinda, sejak 2024 hingga sekarang.
Profesi ini bukan sekadar karier bagi perempuan segudang prestasi itu. Sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, Elfrida merupakan salah satu tulang punggung di keluarga.
Sejak ayahnya wafat pada 2005, sang ibu, Sere Sanggul Merisko Gultom, berjuang sendiri membesarkan anak-anaknya. Kini, giliran Elfrida yang mengirimkan pundi-pundi rupiah untuk biaya hidup ibunya dan pendidikan adiknya yang berkuliah di Palu, Sulawesi Tengah.
Bagi Elfrida, setiap rupiah yang dia hasilkan sangatlah berarti. Hal inilah yang membuatnya harus melupakan tradisi membeli baju baru saat Natal, sesuatu yang rutin dia lakukan saat masih tinggal di kampung halaman.
Di sisi lain, mayoritas masyarakat Samarinda tempatnya bekerja saat ini juga kebanyakan umat muslim. Untuk itu, dia merasa momen Natal ini tidak perlu membeli baju Natal, melainkan hanya mengenakan baju yang sudah dia punya saat ini.
“Dulu selalu beli baju baru kalau Natal. Semenjak merantau, karena suasananya sedikit kurang, jadi pakai baju yang ada saja. Uangnya lebih baik ditabung untuk keperluan penting keluarga, karena baju Natal sekarang mahal-mahal,” ujar Elfrida.
Di saat Natal, sesuatu yang paling dirindukan Elfrida adalah kue buatan ibunya. Sere Sanggul Merisko Gultom memang dikenal sebagai pembuat kue yang piawai di kampung. Elfrida mengenang bagaimana mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam demi menyajikan kudapan terbaik bagi tamu dan kerabat.
“Yang paling diingat itu dulu waktu masih tinggal sama mamak, kami itu buat kue Bika Ambon Medan dan kembang loyang dari pagi jam 7.00 sampai subuh, karena pembuatannya susah,” terang Elfrida.
“Kalau kembang loyang butuh kesabaran, karena pembuatannya harus sedikit-sedikit dimasukan ke kuali, Biasa kalau sampai subuh bisa dapat 2 kaleng besar kue kembang loyang,” kenang dia.
Meski jauh dari keluarganya, Elfrida tak benar-benar sendiri. Di Hari Natal ini, dia juga menemukan kehangatan keluarga di Gereja Future Church Samarinda Alaya, tempat dia biasa beribadah setiap Minggunya.
“Sedih Natal sendiri, tapi ada orang-orang di Gereja yang memberikan kehangatan. Teman-teman terdekat juga sering bawakan kue kering dan basah ke kos. Rasanya vibes Natal itu tetap ada meski di perantauan,” demikian Elfrida Sentyana Siburian.
Penulis: Nur Asih Damayanti | Editor: Saud Rosadi
Tag: NatalSamarinda