
SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Usaha IMK (Industri Mikro dan Kecil) di Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penopang penting perekonomian nasional, terutama dalam penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan. Pada tahun 2024 pendapatan IMK Kaltim tercapat mencapai Rp8,09 triliun, sedangkan pengeluaran Rp3,19 triliun.
Walaupun demikian, usaha IMK menghadapi berbagai kendala dan kesulitan yang mempengaruhi keberlangsungan operasionalnya. Pada tahun 2024, sekitar 58,24 persen dari 33.551 usaha IMK di Kaltim mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya.
Bahkan untuk usaha Industri Kulit, Barang dari Kulit dan alas Kaki (KBLI 15), Industri Karet dan Barang dari Karet dan Kertas (KBLI 22), Industri Logam Dasar (KBLI 24) dan Industri Mesin dan Perlengkapan ytdl (KBLI 28), seluruhnya mengalami kendala/kesulitan.
Kelompok Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia (KBLI 20) dan Industri Pengolahan Lainnya (KBLI 33) memiliki kendala atau kesulitan dalam menjalankan usaha IMK di atas 80 persen dari jumlah usahanya.

Sedangkan 11 kelompok usaha IMK mengalami kendala/kesulitan berkisar pada angka 50-79 persen.
Sementara IMK pada industri minuman (KBLI 11) tercatat relatif paling sedikit mengalami kesulitan, yaitu 36,38 persen.
Demikian dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim dalam Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Kalimantan Timur 2024 yang dipublikasikan secara daring pada 19 Desember 2025.
Profil Industri Mikro dan Kecil Provinsi Kalimantan Timur 2024 merupakan publikasi hasil pelaksanaan Survei Industri Mikro dan Kecil (IMK) 2024.
Dalam VIMK24 Tahunan terpilih sebanyak 1.060 usaha yang tersebar di 310 blok sensus. Jumlah sampel ini dirancang untuk penyajian estimasi jumlah usaha golongan pokok usaha (KBLI 2-digit) tingkat provinsi.
Menurut Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, kerangka sampel Survei Industri Mikro dan Kecil 2024 Tahunan (VIMK24 Tahunan) menggunakan data hasil Sensus Ekonomi Tahun 2016 (SE2016). Kerangka sampel VIMK24 Tahunan merupakan data SE2016 yang berisi data pokok usaha/perusahaan industri dengan jumlah pekerja kurang dari 20 orang.
Industri mikro adalah perusahaan industri manufaktur yang pekerjanya antara 1–4 orang, sedangkan industri kecil adalah perusahaan industri manufaktur yang pekerjanya antara 5–19 orang.

Keberhasilan sebuah usaha/ perusahaan industri dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sumber daya lainnya, termasuk di dalamnya adalah karakteristik pengusaha yang memimpin roda produksi usaha tersebut.
Kesulitan permodalan
Usaha IMK tidak luput dari berbagai permasalahan klasik, termasuk menjalin mitra.
Pada tahun 2024 sebagian besar IMK atau 92,44 persen belum menjalin kemitraan dengan perusahaan besar.
IMK di Kaltim 91,00% menggunakan modal sendiri.
Total IMK yang telah memanfaatkan internet sebanyak 70,68%. Internet sebagian besar atau 52,72% dimanfaatkan untuk pemasaran.
“Sebanyak 58,24 persen IMK menghadapi berbagai kesulitan. Sedangkan yang mengalami kesulitan permodalan angakanya 38,75 persen,” kata Yusniar.
Bahkan IMK pada industri Mesin dan Perlengkapan (KBLI 28) dan Industri Pengolahan Lainnya (KBLI 33) seluruhnya mengalami kendala permodalan. Kemudian Kelompok Industri Barang Logam, kecuali Mesin dan Peralatannya (KBLI 25), Kulit, Barang dari Kulit dan alas Kaki (KBLI 15) dan Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia (KBLI 20) juga mengalami kesulitan permodalan yang cukup besar, yaitu berturut-turut sebesar 80,10 persen, 50,00 persen dan 49,14 persen.

Menurut Yusniar lagi, pada kelompok Industri Karet dan Barang dari Karet dan Kertas (KBLI 22), Industri Farmasi, Produk Obat Kimia dan Obat Tradisonal (KBLI 21) dan Industri Minuman (KBLI 11) tidak banyak mengalami kendala permodalan, masing-masing hanya sebesar 0,50 persen, 21,00 persen dan 21,93 persen.
Kendala bahan baku
BPS Kaltim juga melaporkan, jenis kendala usaha IMK berikutnya adalah bahan baku. Bahan baku adalah jantung dari usaha/perusahaan industri.
Tanpa bahan baku tidak akan bisa memproduksi barang. Ketergantungan akan bahan baku ini dirasakan oleh semua usaha industri, baik bahan
baku yang berasal dari pembelian ataupun bahan baku yang didapat secara cuma-cuma.
Sebanyak 20,73 persen usaha IMK mengalami kesulitan bahan baku. Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik (KBLI 22) merupakan kelompok industri yang paling merasakan kesulitan bahan baku mencapai 50,40 persen.
”Kemudian diikuti Industri Alat Angkutan Lainnya (KBLI 30) sebesar 45,04 persen, Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia (KBLI 20) sebesar 43,97 persen dan Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk furnitur) dan Barang Anyaman dari Bambu, Rotan dan sejenisnya (KBLI 16) sebesar 40,99 persen,” papar Yusniar.

Kesulitan bahan baku yang dirasakan oleh usaha IMK ini terutama karena lokasi sulit. Maksudnya jarak untuk mendapatkannya jauh sehingga ada kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dari segi jarak dan kemudahan transportasinya.
”Hal ini dirasakan oleh 33,83 persen usaha IMK,” ungkapnya.

Karena lokasi sulit, maka akibatnya harga bahan baku pun menjadi mahal. Hal ini menjadi masalah karena dapat menaikkan harga produksi dan akibatnya akan susah bersaing dengan usaha IMK sejenis. Ini dirasakan oleh 32,41 persen usaha IMK yang mengalami kesulitan bahan baku. Selain itu masalah bahan baku adalah langkanya ketersediaan bahan. Artinya bahan bakunya jarang didapat atau kadang tidak ada. Hal ini dirasakan oleh 29,30 persen usaha IMK.
Yusniar juga menjelaskan, kendala/kesulitan yang dialami oleh usaha/perusahaan IMK selain bahan baku adalah pemasaran. Usaha/perusahaan IMK bukan hanya sekedar membuat atau memproduksi barang saja, tapi juga perlu adanya strategi pemasaran agar banyak permintaan dan lancar produksinya.
”Ada sebesar 20,58 persen usaha/perusahaan IMK yang kendala/kesulitannya dalam hal pemasaran.”
Kendala/kesulitan lain yang dialami oleh usaha IMK adalah masalah langkanya BBM, Listrik dan Gas yaitu sebesar 11,70 persen, , tenaga kerja sebesar 3,91 persen dan infrastruktur sebesar 2,55 persen.
Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan
Tag: IMK