Kontribusi Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Kaltim Masih Relatif Terbatas

Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana. (Foto BPS Kaltim)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA – Berdasarkan perkembangan terbaru, kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) masih relatif terbatas, yakni berada pada kisaran 7 hingga 8 persen terhadap PDRB. Pada tahun 2024, sektor ini mencatat pertumbuhan sebesar 2,38 persen, mengalami perlambatan dibandingkan tahun 2023 yang tumbuh sebesar 2,49 persen.

Demikian diungkap Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim dalam laporan ”Analisis Isu Terkini Provinsi Kalimantan Timur 2025” yang dipublish pada 19 Desember lalu.

Perkembangan sektor pertanian di Kalimantan Timur (Kaltim), yang diukur dari peningkatan produktivitas dan nilai tambah produk, kini diorientasikan secara ketat untuk menyelaraskan diri dengan target pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025─2029.

Dalam kerangka nasional tersebut, Kaltim ditargetkan tidak hanya mencapai swasembada pangan regional, tetapi juga menjadi pendorong utama peningkatan daya saing dan hilirisasi agroindustri. Sektor pertanian di Kaltim memegang peranan yang sangat strategis dan fundamental bagi keberlanjutan perekonomian.

Ketergantungan perekonomian Kaltim pada sumber daya alam tidak terbarukan seperti batu bara, minyak dan gas, menciptakan risiko ekonomi yang besar karena sifatnya yang tidak terbarukan dan sangat rentan terhadap fluktuasi harga komoditas global. Untuk memitigasi bahaya ini, penguatan pertanian menjadi kunci bagi diversifikasi ekonomi yang stabil.

Menurut Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, perlambatan pertumbuhan sektor pertanian tersebut secara dominan disebabkan oleh penurunan produksi kelapa sawit, yang merupakan komoditas perkebunan tahunan utama dan menyumbang sekitar 60 persen terhadap struktur sektor pertanian di Kaltim.

”Pada tahun 2024, produksi kelapa sawit tercatat sebesar 18,67 juta ton, menurun dari 20,71 juta ton pada tahun sebelumnya, sehingga memberikan tekanan signifikan terhadap kinerja sektor pertanian secara keseluruhan,” ungkapnya.

Hal ini dapat menjadi sinyal bagi Pemerintah Daerah untuk terus meningkatkan diversifikasi dan mendorong hilirisasi industri produk pertanian yang dapat meningkatkan nilai tambah produk-produk pertanian Kaltim.

Yusniar menjelaskan, identifikasi karakteristik petani menjadi langkah penting untuk memahami kondisi nyata sektor pertanian dan menentukan arah kebijakan yang tepat sasaran. Melalui identifikasi yang tepat, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat mengetahui tantangan yang dihadapi petani sekaligus peluang peningkatan kesejahteraan.

Hal ini semakin relevan di Kaltim, yang tengah mengalami transformasi ekonomi akibat pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dan meningkatnya peran dari sektor Industri Pengolahan.

Perubahan struktur tenaga kerja, meningkatnya permintaan pangan, serta potensi alih fungsi lahan berpotensi memengaruhi keberlanjutan usaha tani dan tingkat kesejahteraan petani.

”Dengan memahami karakteristik petani secara komprehensif, intervensi kebijakan dapat diarahkan untuk memperkuat ketahanan pangan daerah dan memastikan petani tetap menjadi pelaku utama yang memperoleh manfaat dari pembangunan wilayah,” kata Yusniar lagi.

Potensi sangat melimpah

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris dengan potensi pertanian yang sangat melimpah. Berbagai komoditas pertanian, seperti padi, jagung, sayur mayur, buah-buahan, kelapa sawit, karet, kopi, dan rempah-rempah, tumbuh subur menyebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Berdasarkan data dari BPS, dalam beberapa tahun terakhir sektor pertanian menyumbang sekitar 12 hingga 13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, dan menyerap hingga 28 persen tenaga kerja di Indonesia. Tidak hanya itu,

sektor pertanian memegang fungsi vital dalam menjamin ketersediaan pasokan pangan bagi penduduk Indonesia yang jumlahnya mencapai 270 juta jiwa.

Jika sektor pertanian tidak dikembangkan secara optimal, maka ketersediaan pangan akan terganggu dan berpotensi meningkatkan ketergantungan terhadap impor pangan, yang tentunya dapat merugikan perekonomian negara dan mengurangi kesejahteraan petani Indonesia.

Dalam menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang menghambat sektor pertanian di Indonesia, Pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai inovasi dan upaya strategis. Komitmen pemerintah dalam mendorong kemajuan sektor pertanian terlihat pada penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025─2029.

Salah satu fokus Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025─2029 yang berkaitan dengan Pertanian adalah membangun ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dengan fondasi tata kelola dan sistem yang berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia menargetkan pembangunan pertanian yang berfokus pada ketahanan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani, dengan tujuan akhir mewujudkan swasembada yang berkelanjutan.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Tag: