Advokasi Sawit Pemerintah ke WTO Diapresiasi

Anggota Komisi IV Hamid Noor Yasin. Foto : Hendra/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Langkah Pemerintah Indonesia yang menggugat diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa (UE) sangat diapresiasi. Saat ini, melalui Wakil Menteri Perdagangan, Indonesia sedang menggugat ke World Trade Organization (WTO). Pasar UE memblokade sawit dari Indonesia karena dinilai tidak ramah lingkungan.

Anggota Komisi IV DPR RI Hamid Noor Yasin mengapresiasi sekaligus memberi dukungan kepada pemerintah atas langkah advokasi ini. Dalam rilisnya yang dilansir situs dpr.go.id, Minggu (23/2/2020) menyatakan, selama ini kampanye hitam yang dilakukan negara-negara maju sangat berlebihan. Padahal, faktanya Indonesia adalah negara penyuplai oksigen dan penyerap CO2 hingga menjadi paru-paru dunia.

Hutan tropis Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Dan secara efektif, hutan Indonesia berfungsi sebagai filter untuk mengurangi pemanasan global secara signifikan. Politisi PKS ini heran, mengapa masyarakat dunia menghakimi sawit Indonesia dengan alasan merusak lingkungan.

“Mereka tidak melihat begitu besarnya kontribusi Indonesia dalam mengendalikan lingkungan dunia terutama stabilitas oksigen dan lapisan ozon,” ungkapnya.

Indonesia, lanjut Hamid, mampu mengimplementasikan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Tahun 2019 lalu, UE telah mengesahkan proposal energi yang menghapus pemakaian minyak nabati atau biofuel yang bersumber dari kelapa sawit. Kebijakan ini memukul ekspor kelapa sawit Indonesia yang selama ini menyasar pasar Eropa.

“Saya mendoakan gugatan resmi negara Indonesia kepada Uni Eropa di WTO pada 9 Desember 2019 mendapatkan hasil positif,” harapnya.

Disampaikan legislator asal Jawa Tengah itu, pelaku usaha sawit di Indonesia kebanyakan pengusaha besar. Namun, harus diakui sawit telah menyumbang penerimaan negara cukup besar untuk sektor non migas.

Pada 2018 saja, ekspornya mencapai 17,89 miliar dollar AS dan berkontribusi hingga 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan, 10 juta orang bisa keluar dari garis kemiskinan sejak tahun 2000 dengan produksi sawit. “Semoga Indonesia memenangkan negosiasi sawit di Eropa,” tutup Hamid. (*/001)

Tag: