Ahli Waris Sultan Bulungan Ancam Gugat Pemkab Nunukan dan PT TML

warga
Ahli waris Sultan Bulungan di Sei Menggaris, Sahar (kanan) dan keluarganya menunjukkan foto pengrusakan lahan pertanian masyarakat oleh PT Tunas Mandiri Lumbis. (budi anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Ahli waris Sultan Bulungan di Sei Menggaris, Kabupaten Nunukan yang tergabung dalam Kelompok Tani (KT) Maju Taka  mengancam akan menggugat Pemerintah Kabupaten Nunukan dan PT Tunas Mandiri Lumbis (TML) dalam kasus penyerobotan lahan perkebunan petani lebih kurang 7 hektar diserobot.

Menurut Ketua KT Maju Taka, Sahar, Pemkab Nunukian memberikan izin perkebunan sawit kepada TML lebih kurang 13.000 hektar, dan didalamnya termasuk lahan pertanian masyarakat seluas 7 hektar. “Kini lahan petani 7 hektar itu telah rusak akibat TML mau menaanam sawit di lahan yang sama,” kata Sahar pada Niaga.asia, Senin (26/02).

Untuk membuktikan legalitasnya KT Maju Taka di bulan Februari 2018 kembali mengajukan gugatan lahan ke PT TML yang difasilitasi Pemkab Nunukan. Pertemuan kedua belah pihak berakhir dengan pengakuan pemerintah atas lahan petani.

Pemerintah lanjut Sahar, membenarkan bahwa lahan yang digarap petani adalah milik kerajaan Bulungan yang saat ini dokumen surat-surat segelnya dipegang oleh ahli waris Datuk Buyung Perkasa anak dari Sultan Bulungan Datuk Perdana.

Penguasaan lahan Datuk Perdana dibuktikan dengan surat segel hibah tahun 1937 dengan luasan lahan sekitar 69.000 hektar, surat kepemilikan lahan diperbaharui kembali tahun 1961 dengan kepemilikan lahan Datu Buyung Perkasa.

Dari surat berlogo garuda itulah, kelompok tani dan ahli waris kerajaan Bulungan mengklaim sebagai hak kepemilikan lahan. Mereka siap menggugat Pemkab Nunukan sebagai tergugat pertama dan perusahaan tergugat kedua. “Lahan kelompok tani sah milik raja Bulungan, kami disana cuma pinjam paham dan Datung Buyung Perkasa siap membantu kami mendapatkan hak-hak lahan,” ungkap Sahar.

Diterangkan Sahar, lahan 7 hektar yang diserobot TML, sah milik  warga pribumi dan digarap  sejak tahun 2005, bahkan tahun 2006 warga pernah menerima bantuan bibit t sawit dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Pemkab Nunukan. Pemberian bibit itu membuktikan KT Maju Taka resmi dan diakui oleh Pemkab Nunukan.

Tapi entah  apa alasannya, menurut Sahar, pada tahun 2008 Pemkab Nunukan  malah memasukkan lahan warga itu ke dalam izin perkebunan kelapa sawit kepada TML. “Kelompok tani sudah duluan menggarap lahan yang sama, jauh sebelum TML dapat izin dari Pemkab,” katanya.

Diterangkan pula, setelah TML mendapat izin perkebunan kelapa sawit tahun 2008, direkturnya Zainuddin memerintahkan lahan kelompok tani dihancurkan dengan alasan berada dalam kawasan TML.  PT TML adalah perusahaan swasta nasional-asing, dimana saham mayoritasnya dimiliki pengusaha Malaysia. “Pernah kami dijanjikan perusahaan pembagian hasil 30:70 di lahan kelompok tani, tapi bertahun-tahun tidak terealisasi,” beber Sahar.

Kelompok tani pernah meminta Pemkab Nunukan  mempertimbangkan keberadaan usaha masyarakat di areal kawasan PT TML dan menyampaikan kerugian petani karena rumah dan lahan memreka digusur TML.

Desakan kelompok tani memuncak pada tahun 2009 bersamaan penolakan pemerintah atas pemberian izin perluasan lahan yang diajukan perusahaan, diwaktu itu juga perpanjangan administrasi izin-izin lainnya ditolak. “Tahun 2009 izin perpanjangan lahan dari 13.000 ditolak, kemudian diantara pemilik saham perusahaan juga bermasalah saling rebutan kekuasaan,” bebernya. (002)