AJI dan YMH Latih Jurnalis Bongkar Risiko Tersembunyi Transisi Energi di Kaltim

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan bersama Yayasan Mitra Hijau (YMH) menggelar pelatihan bertajuk ‘Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya’, Rabu 4 Juni 2025 di Balikpapan. (niaga.asia/Heri)

BALIKPAPAN.NIAGA.ASIA – Isu transisi energi yang semakin krusial di Kalimantan Timur kini mendapat perhatian lebih melalui peningkatan kapasitas jurnalis.

Yayasan Mitra Hijau (YMH) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan menggelar pelatihan bertajuk ‘Apa Itu Transisi Energi dan Bagaimana Meliputnya’, di Balikpapan, Rabu 4 Juni 2025.

Pelatihan ini bertujuan memperkuat kemampuan jurnalis dalam menyampaikan isu transisi energi secara mendalam, kritis, dan berpihak pada kepentingan publik.

Tiga pemateri utama hadir dalam kegiatan ini, yakni Dicky Edwin Hindarto (Ketua Dewan Pembina YMH), Fardila Astari (Communication Strategist YMH), serta Ahmad Arif (Koordinator Riset & Publikasi AJI Indonesia).

Dicky menegaskan, Kalimantan Timur tidak bisa terus bergantung pada batu bara. Menurutnya, fluktuasi harga batu bara yang sempat melonjak dari USD 70 ke USD 400 per ton pada 2022, lalu anjlok drastis, menunjukkan betapa rapuhnya fondasi ekonomi berbasis satu komoditas.

“Ketergantungan seperti ini seperti candu. Jika dibiarkan, bisa menghancurkan masa depan ekonomi daerah,” ujar Dicky.

Dia mendorong pemanfaatan dana CSR dari industri batu bara dan Migas, untuk mendukung sektor yang lebih berkelanjutan seperti pertanian modern, energi terbarukan, dan UMKM berbasis rendah karbon, misalnya produksi konblok dari limbah plastik.

Dia juga mengingatkan pentingnya modernisasi sektor pertanian yang kini minim tenaga kerja.

Fardila Astari menyoroti pentingnya media sosial sebagai alat strategis untuk memperluas jangkauan informasi terkait transisi energi. Dia mengutip laporan Reuters Institute 2024 yang menyebut bahwa lebih dari 50 persen masyarakat Asia Tenggara mengakses berita pertama kali melalui media sosial.

“Jika tidak menguasai strategi media sosial, maka pesan jurnalistik akan kehilangan jangkauan dan daya jangkau,” jelas Fardilla.

Beberapa strategi yang ia tawarkan antara lain segmentasi audiens, pemilihan waktu unggah (seperti pukul 11.00 dan 14.00 untuk Instagram), serta kolaborasi dengan komunitas lokal dan akun edukasi.

Ahmad Arif dari KOMPAS mengajak jurnalis untuk memahami siapa yang diuntungkan, dan dirugikan dalam proses transisi energi. Ia mencontohkan deforestasi di Kabupaten Berau yang meningkatkan suhu rata-rata harian hampir satu derajat Celsius dalam 16 tahun, yang berdampak langsung pada peningkatan risiko kematian dini hingga 8 persen.

“Biaya tersembunyi dari energi kotor seringkali tidak terlihat oleh publik. Jurnalis harus bisa mengungkapnya,” kata Ahmad.

Dia juga mengkritisi kecenderungan pemberitaan yang hanya menampilkan sisi seremonial kebijakan transisi energi, terutama dalam konteks program global seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).

Berdasarkan riset AJI 2023, 46,7% nara sumber berita JETP berasal dari pemerintah, sementara hanya 7,8% berita bersifat analitis dan kritis.

Ketua AJI Balikpapan, Erik Alfian, menyampaikan, transisi energi bukan sekadar wacana teknis, melainkan persoalan masa depan ekonomi, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan. Apalagi Kaltim masih sangat bergantung pada batu bara.

“Jurnalis harus mampu membongkar narasi dominan, dan menyuarakan pengalaman masyarakat terdampak secara adil,” tegas Erik.

Ia berharap melalui pelatihan ini, jurnalis Balikpapan dan sekitarnya dapat menghasilkan karya jurnalistik yang mampu mendorong akuntabilitas pemerintah dan pelaku industri, dalam menjalankan transisi energi secara berkeadilan.

Penulis: Heri | Editor: Saud Rosadi

Tag: