
Anggota Komisi IX DPR RI Elva Hartati. Foto: Munchen/nr
JAKARTA.NIAGA.ASIA – Angka kasus stunting nasional akhir tahun 2022 sebasar 21,6 persen, turun dibandingkan 2021 pada angka 24,4 persen. Pemerintah sendiri menargetkan penurunan stunting pada 2024 hingga 14 persen. Idealnya, target tersebut harus mencapai 3,8 persen.
Demikian disampaikan Anggota Komisi IX DPR RI Elva Hartati saat dimintai komentarnya soal angka stunting di Tanah Air, Rabu (15/2/2023).
“Apabila kita mundur sekitar 10 tahun ke belakang, dilihat dari data-data yang ada, rata-rata penurunan angka stunting adalah 1,75 persen per tahun. Sedangkan mulai 2019 sampai 2022, penurunan angka stunting mencapai 6,1 persen atau rata-rata 2 persen per tahun. Sedangkan untuk mencapai target, idelanya penurunan stunting harus menyentuh angka 3,8 persen per tahun.”
Dari fakta angka penurunan stunting tahun 2022 tersebut, kata Elva, berarti masih terdapat 4,7 juta balita yang mengalami stunting di Indonesia. Perlu upaya keras pemerintah untuk terus menurunkan angka-angka tersebut.
Ia menuturkan pula bahwa setiap kali rapat dengan Kementerian Kesehatan dan BKKBN, Komisi IX DPR selalu menekankan koordinasi untuk percepatan penurunan angka stunting.
“Dengan adanya Perpres Nomor 72 Tahun 2021, diharapkan penanganan stunting sudah lebih terstruktur dan bisa dilakukan secara holistik, sekaligus pelibatan semua pihak dengan kewenangan masing-masing. Stunting umumnya terjadi akibat balita kurang asupan penting seperti protein hewani, nabati, dan juga zat besi, selain itu ada faktor kemiskinan serta layanan kesehatan yang belum merata. Ke depan, pemenuhan terhadap 3 hal ini harus terus diupayakan agar anak balita bisa terhindar dari stunting,” serunya.
Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo juga mengatakan hal yang sama bahwa
untuk sampai 14 persen butuh kerja ekstra yang melibatkan semua pihak tidak saja pemerintah pusat tapi juga Pemda hingga aparat desa. Dari sisi realita sudah cukup bagus dari 24,4 persen menjadi 21,6 persen. Ini buah kolaborasi dan kerja keras.
“Banyak faktor yang memengaruhi terjadinya stunting pada anak, salah satunya kemiskinan dan pernikahan dini,” katanya.
Politisi PDI Perjuangan itu melanjutkan, pada 1000 hari pertama usia anak, harus betul-betul tercukupi gizinya untuk mencegah stunting. Namun, pada anak usia 2 tahun yang mengalami stunting, kesembuhannya tidak bisa maksimal. Mungkin hanya sekitar 20 persen saja.
Untuk itu, ia menyerukan agar semua pihak memberi perhatian serius atas kasus ini. Di Indonesia sendiri ada enam provinsi yang angka stuntingnya tinggi, yaitu Papua, Papua Barat, Sulawesi Barat, NTB, Sumatera Barat, dan Kaltim.
“Yang di atas 2 tahun, saya kira peluang untuk sembuh dari stunting cukup berat, 20 persen saja. Selama 1 setengah tahun ini kita harus fokus pada dua hal. Pertama, promotif preventif stunting kepada ibu-ibu muda dan calon-calon pengantin. Kedua, kita fokus juga ke 1000 hari pertama dari mulai dinyatakan positif hamil sampai 2 tahun. Kita dampingi terutama dari keluarga miskin. Siapa yang dampingi, ya kepala desa, RT/RW, dan Posyandu. Kita bisa bergotong royong,” urai Rahmad.
Sumber: Humas DPR RI | Editor: Intoniswan
Tag: Stunting