Alat Perekam Data Rusak, Banyak Warga Nunukan Tidak Punya e-KTP

Pelayanan penerbitan administrasi kependudukan di kantor Disdukcapil kabupaten Nunukan (Budi Anshori/niaga.asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA — Perangkat perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di beberapa kecamatan kabupaten Nunukan tidak bisa digunakan karena mengalami kerusakan. Kondisi itu menghambat masyarakat melakukan perekaman data untuk mendapatkan e-KTP.

“Jumlah penduduk Nunukan tiap tahun bertambah, tapi pemilik KTP tetap sekitar 199.090. Kenapa begitu? Karena alat perekaman KTP rusak,” kata anggota badan anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Nunukan, Andre Pratama, Selasa.

Untuk menunjang percepatan perekaman, Banggar DPRD Nunukan meminta perlu kiranya Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menambahkan anggaran kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil).

Usulan penambahan anggaran ini diperuntukkan bagi belanja perangkat perekaman seperti komputer, pengadaan mesin printer, pengadaan foto dan perangkat lainnya di kecamatan, yang saat ini tidak bisa memproses perekaman data e-KTP.

“Tolong ketua DPRD dan pemerintah kabupaten Nunukan tambahkan anggaran Disdukcapil tahun 2023. Dukung pekerjaan mereka,” ujar Andre.

Perangkat perekaman Nunukan pertama kali diadakan tahun 2011 bersamaan dimulainya peluncuram e-KTP. Sejak saat itu tidak pernah lagi ada pembaruan peralatan hingga sebagian besar mengalami kerusakan.

Kerusakan perangkat mengakibatkan penduduk di wilayah perbatasan seperti Lumbis, Lumbis Ogong, termasuk Sebatik Barat dan kecamatan lainnya, tidak maksimal bekerja memberikan pelayanan publik.

“Saya minta DPRD bersama-sama menyampaikan ke TPAD bahwa alat perekaman harus diberikan anggaran minimal Rp 1 miliar sampai Rp 1,5 miliar,” harap Andre.

Setiap tahun warga luar daerah datang ke kabupaten Nunukan mencari kerja rumput laut dan kelapa sawit. Perpindahan ratusan bahkan ribuan orang ini tidak terdata sebagai penduduk karena belum melakukan perekaman data.

Belum terdatanya warga pendatang dapat dilihat dari laporan Disdukcapil kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) kabupaten Nunukan. Di mana jumlah penduduk tidak bertambah signifikan, dan tidak sesuai dengan kepadatan penduduk tahun 2022.

“Masyarakat tinggal pedalaman malas perekaman ke pusat kota Nunukan. Mereka malas meninggalkan pekerjaan. Belum lagi biaya perjalanan,” sebutnya.

Penduduk yang tinggal menetap di Nunukan harus diberikan pilihan apakah ingin tetap menggunakan KTP lama atau pindah ke KTP elektronik baru sebagai bukti penduduk kabupaten Nunukan. Kepastian itu penting untuk mengetahui angka pasti jumlah penduduk kabupaten Nunukan.

Sebenarnya, lanjut Andre, jumlah anggota DPRD Nunukan pada Pemilu 2024 bisa bertambah menjadi 30 kursi. Akan tetapi, karena Disdukcapil memiliki anggaran terbatas untuk penyediaan alat perekaman data, maka banyak penduduk yang tidak terdata.

“Makanya perlu memantapkan perangkat perekaman. Camat dan kepala desa ajak maksimalkan masyarakat memiliki e-KTP,” Andre menegaskan.

Sekretaris Disdukcapil Nunukan Mesak Adianto merespons. Menurutnya apa yang disampaikan anggota DPRD merupakan harapan masyarakat agar terciptanya pemerataan pelayanan prima penerbitan e-KTP.

“Layanan Disdukcapil bukan layanan dasar. Tapi dasar untuk masyarakat mendapatkan pelayanan lainnya berawal dari kepemilikan e-KTP,” kata Adianto.

Hampir semua layanan masyarakat pasti bermuara dari pelayanan Disdukcapil. Seperti terkait kepengurusan kesehatan, pendidikan, dokumen paspor, perbankan hingga nikah dan perceraian suami – istri di pengadilan agama. Kesemua itu memerlukan identitas KTP.

Saat ini, pelayanan perekaman di sejumlah kecamatan terkendala kerusakan perangkat. Misalkan di lima kecamatan Krayan hanya berfungsi di satu kecamatan. Begitu pula lima kecamatan di pulau Sebatik hanya berfungsi dua perangkat.

“Kecamatan Lumbis Ogong, Lumbis Hulu, Lumbis Pensiangan, perekaman di Kecamatan Lumbis. Kecamatan Sebuku sudah lama rusak, Tulin Onsoi dan Sei Menggaris masih bisa,” jelas Andre lagi.

Sebagian perangkat di kecamatan yang berfungsi adalah hasil sistem kanibal dari perangkat kecamatan lain. Disdukcapil sudah mengusulkan penambahan anggaran, namun sulit terealisasi karena terbatasnya keuangan daerah.

“Perangkat perekaman harus dibeli satu set yang tiap unitnya di kisaran harga antara Rp 140 juta sampai Rp 150 juta. Kalau pengadaaan untuk 10 kecamatan perlu Rp 1,5 miliar,” demikian Andre.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Saud Rosadi

Tag: