Aliansi Kaltim Melawan Tuntut Dijalankan Reforma Agraria Sejati

Aktivis LSM yang tergabung dalam AKM saat menyampaikan pendapat di Hari Tani Nasional di depan Kantor Dinas Pertanian Pangan dan Hortikultura Kaltim, Jalan Basuki Rahmat Samarinda, Kamis (24/09/2020). (Foto AKM).

SAMARINDA.NIAGA.ASIA– Aliansi Kaltim Melawan (AKM) menuntut Pemprov Kaltim segera mengalokasikan dan menetapkan  Peruntukkan Kawasan Budi Daya Tanaman Pangan dan Hortikultura minimal sebesar 25% dalam Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kaltim pada Tahun 2021. Memberikan tanah, modal dan teknologi untuk petani seluas-luasnya. Jalankan reforma agraria sejati sesuai mandat UU Pokok Agraria.

Demikian pendapat sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergabung dalam Aliansi Kaltim Melawan (AKM) yang disampaikan saat memperingati Hari Tani Nasional, hari ini, Kamis (14/09/2020).

Menurut AKM, kondisi  dan situasi yang dihadapi petani di Indonesia pada umumnya dan khususnya Kaltim saat ini tidak menggembirakan. Petani  semakin kesulitan mempertahankan hak-haknya. Sejumlah persoalan yang dihadapi petani adalah buah dari salah urus kebijakan rezim Jokowi dan Ma’ruf Amin serta rezim sebelumnya.

Fakta bahwa defisit pangan yang terjadi di Kaltim hingga melebihi minus 160 ribu ton beras di tahun 2018 adalah bentuk kegagalan penyelenggara negara menjamin kelangsungan konsumsi dan produksi 3,5 juta rakyat Kaltim.

Koordinator AKM, Buyung Marajo dari LSM Pokja 30 Kaltim dan Pradarma Rupang dari Jatam Kaltim menegaskan, kebijakan pemerintah  tak pernah bisa menjawab dengan tuntas keresahan dan tangis petani Indonesia.

“Ragam krisis yang diderita petani Indonesia antara lain kriminalisasi, kekerasan, pengrusakan lingkungan, penyerobotan dan perampasan tanah, hingga hilangnya sumber air semakin membuat petani kian termiskinkan,” ujar keduanya.

Padahal, kata Buyung dan Rupang, sejak dahulu, para petani adalah garda terdepan ketahanan pangan di negeri ini dan itu dibuktikan masa pandemi virus Covid 19 saat ini,  yang mampu bertahan adalah daerah-daerah penghasil pangan.

Tapi pada kenyataannya para petani inilah yang selama ini tidak pernah mendapat perlindungan dan dukungan apalagi kehadiran negara. Dimana wilayah kelolanya yang selalu dihadapkan dengan berbagai bentuk perampasan tanah, kriminalisasi dan penghancuran lingkungan hidup demi kepentingan investasi ekstraktif yang bertopeng kesejahteraan semu.

“Alih-alih memperkuat posisi petani, malah sebaliknya pemerintah dalam membuat regulasi semakin melemahkan dan menghilangkan hak-hak petani dengan membuat RUU Sapu Jagat atau  Omnibus Law yang tinggal menghitung hari untuk disahkan,” katanya. (001)

Tag: