
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Dalam rangka memperjelas nasib 230 KK eks warga transmigran di Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara, anggota DPRD Nunukan Andre Pratama sarankan DPRD dan Pemerintah Kabupaten Nunukan audiensi dengan Kementerian Transmigrasi (Kementrans) di Jalakarta.
“Sudah terlalu lama persoalan ini, masa 12 tahun warga transmigrasi tidak kunjung mendapatkan haknya,” kata Andre dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Nunukan dengan warga transmigrasi, Senin (23/06/2025).
“Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga harus serius dalam menyelesaikan tuntutan 230 Kepala Keluarga (KK) warga transmigrasi SP 5 Sebakis, yang tidak kunjung mendapatkan Lahan Usaha (LU) I dan LU II,” imbuhnya.
baca juga:
Pemerintah Sengsarakan 230 KK Warga Transmigran di Nunukan
Andre menuturkan, gagalnya warga mendapat lahan LU I dan LU II, disebabkan lahan sudah dikuasai kelompok tani lokal. Persoalan ini tidak akan bisa diselesaikan setingkat pemerintah daerah, karena segala keputusan harus diambil oleh Kementerian Transmigrasi ataupun perusahaan perkebunan kelapa sawit PT SIL yang saat itu bekerjasama dengan Kementrans.
“Percuma kita berdebat disini, kita tidak punya kebijakan sebagai pengambil keputusan karena persoalan ini menyangkut penguasaan lahan milik negara,” ucapnya.
Untuk itu, Andre mengusulkan DPRD Nunukan bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Dinas Ketahanan Pertanian dan Pertanian (DKPP) Bagian Ekonomi Nunukan dan instansi terkait lainnya melakukan audiensi ke Kementerian Transmigrasi (Kementrans).
Tidak hanya itu, anggota DPRD asal pulau Sebatik ini meminta audiensi dengan Kementrans harus dihadiri PT SIL, sehingga semua persoalan dapat dituntaskan setuntas-tuntasnya.
“Kebetulan kantor pusat PT SIL ada di Jakarta, jadi nanti sekalian mereka dihadirkan, kita tanpa apa kendala dalam penyiapan lahan plasmanya,” jelasnya.
Masing-masing instansi Pemerintah Nunukan dan anggota DPRD yang menghadiri audensi harus menyiapkan bahan dan bersikap tegas.
Kemudian, apapun hasil rapat yang diputuskan dalam pertemuan harus diterima masing-masing pihak, terutama bagi warga transmigrasi SP 5 Sebakis yang sudah 12 tahun menunggu kepastian mendapatkan lahan.
“Perwakilan warga transmigrasi dihadirkan dalam pertemuan, nanti dibuatkan berita acara apa saja kewajiban pemerintah, PT SIL dan warga. Apapun keputusan harus diterima,” bebernya.
Sementara itu, anggota DPRD Nunukan, Sadam Husen menerangkan tiap perusahaan perkebunan yang melakukan investasi di suatu daerah diwajibkan menyiapkan 20 persen dari lahan hak Guna Usaha (HGU) untuk plasma.
“Peraturan mengharuskan perusahaan menyiapkan lahan plasma sebagaimana Permentan No 26 Tahun 2007 Pasal 11 tentang kewajiban membangun kebun untuk masyarakat,” jelasnya.
Sejauh ini banyak perusahaan perkebunan menghindari penyiapan lahan plasma di kawasan HGU, persoalan ini kerap kali muncul hingga memicu keributan di lingkungan masyarakat yang menuntut haknya bekerjasama dengan perusahaan.
Sadam juga heran keputusan PT SIL membangun plasma seluas 450 hektar di Desa Pembeliangan, Kecamatan Sebuku, yang jelas-jelas bukan lahan HGU perusahaan.
“HGU PT SIL tercacat di Sebakis, Kelurahan Nunukan Barat, Kecamatan Nunukan, lalu kenapa plasmanya diberikan kepada Sebuku, “ tutupnya.
Penulis: Budi Anshori | Editor: Intoniswan
Tag: Transmigran