Anggota DK PWI Pusat: Cermati Aduan Masyarakat ke Dewan Pers

Raker  DK PWI Pusat dengan DK PWI Provinsi se-Indonesia di Kendari dibuka Ketua DK PWI Pusat, H Ilham Bintang, Selasa (8/9/2022) secara vitual. Raker dipandu Sekretaris DK PWI Pusat, Sasongko Tejo dan dua anggota DK lainnya masing-masing, Tri  Agung Kristanto dan Asro Kamal Rokan. (Foto DK PWI Pusat)KENDARI.NIAGA.ASIA-Anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat, Tri Agung Kristanto mengingatkan, DK PWI Provinsi se-Indonesia, wartawan, redaktur, hingga penanggung jawab redaksi semua jenis media yang ada untuk mencermati berbagai aduan masyarakat ke Dewan Pers setiap tahun.

“Kalau masih banyak aduan ke Dewan Pers itu artinya wartawan anggota PWI harus lebih sungguh-sungguh mentaati Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” kata Tri Agung Kristanto dalam Rapat Kerja dengan DK PWI Provinsi se-Indonesia di Kendari, Selasa (8/2/2022).

Sepanjang tahun 2021,  Dewan Pers  menangani 620 pengaduan sengketa pemberitaan, atau meningkat 17 persen dibandingkan tahun 2020 sebanyak 527 pengaduan. Mayoritas sengketa terkait judul berita yang menghakimi dan abai dalam mengkonfimasi.

Sengketa berita itu, menurut Dewan Pers pada umumnya melanggar Pasal 1 dan 3 KEJ yang meliputi independensi wartawan, akurasi berita, memberitakan secara berimnbang, dan merapkan azas praduga tak bersalah. Kebanyakan media yang diadukan pun mengakui pelanggaran tersebut.

Menurut Tri Agung, aduan tersebut membuktikan, wartawan dalam bekerja tak mengkonfirmai, tidak menguji informasi yang diterimanya, atau tidak melakukan wawancara. Tidak sedikit media massa yang secara benar menjalankan dasar-dasar jurnalistik, mematuhi KEJ, antara lian hany mengutip dari media ssial yang diidentifikasi milik tkoh atau narasumber.

Hadir langsung dalam  Raker 25 DK PWI  Pusat dengan Provinsi dan 9 melalui virtual. (Foto DK PWI Pusat)

“Bahkan, ada juga media yang mengutip dari media lain, atau multilevel quoting, dengan tanpa menyebut sumbernya,” ungkap Tri Agung yang juga Ketua Dewan Kompetensi di SKH Kompas.

“Fenomena kutip-mengutip berita dari media lain, tanpa menjelaskan sumber aslinya itu, banyak terjadi di media daring,” ungkapnya.

Dijelaskan Tri Agung, konten produk kutip-mengutip bukanlah berita sesungguhnya, hanya seolah-olah berita, yang b isa nembuat wartawan, editor, atau pimpinan redaksi terlena, cara mudah mencari berita.

Berita yang berasal dari produk kutip-mengutip, tidak sesuai KEJ dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tapi ironinya, sejumlah pengelola media bahkan menjadikan “model” membuat berita dari mengutip media lain atau tokoh ini menjadi “model bisnis” untuk menekan biaya.

“Seorang wartawan, apa lagi pemimpin media yang membuat berita yang hanya mengutip dari media lain atau mengitip media sosial narasumber merupakan bentuk pelanggaran terhadap Pasal 2 dan 4 KEJ,” tegas Tri Agung, yang juga Anggota Dewan Pers terpilih untuk periode 2022-2025 yang akan mulia bekarja bulan April depan.

Penulis : Intoniswan | Editor : Intoniswan

Tag: