
NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Anggota DPRD Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara) Gat Kalep, membantah anggota DPRD Nunukan hidup mewah dan menerima tunjangan perumahan DPRD Nunukan Rp 20 juta per bulan, karena yang benar hanya Rp8.010.000,- per bulan setelah dipotong pajak.
“Tunjangan perumahan ini sebagai pengganti sewa rumah, karena pemerintah tidak menyiapkan rumah dinas,” kata Gat, Senin (01/09/2025), menanggapi kelompok mahasiswa yang menyampaikan aspirasi ke DPRD Nunukan.
Menurut Gat Kalep, besaran tunjangan perumahan anggota DPRD Nunukan ini dijadikan isu negatif di media sosial dan dibawa sampai ke narasi unjuk rasa mahasiswa di gedung DPRD Nunukan.
“Saya klarifikasi dan garis bawahi bahwa tunjangan perumahan sebagaimana yang disebarkan di media sosial tidak benar, isu-isu dibesarkan orang tidak bertanggung jawab,” bebernya.
Tidak hanya dituding menikmati tunjangan perumahan dengan besaran fantastis, Gat juga membantah anggota DPRD Nunukan diisukan hidup mewah dan foya-foya menghabiskan uang rakyat.
Isu-isu yang disebarkan lewat media sosial tersebut berbanding terbalik dari kenyataan sebab, kata dia, sejak menjabat anggota DPRD dari tahun 2019 hingga saat ini belum pernah mengajak keluarga berlibur ke Jakarta.
“Saya sudah 6 tahun jadi anggota DPRD, saya belum bisa punya rumah di Nunukan, saya belum pernah sekalipun mengajak istri dan ajak berlibur ke Jakarta,” tegasnya.
Beralasan masih hidup miskin layaknya rakyat biasa, Gat Kalep menjelaskan gaji pokok anggota DPRD Nunukan hanya sebesar Rp1,575.000, sedangkan penghasilan tunjangan rapat tiap bulannya Rp 157 ribu.
“Penghasilan saya menjadi anggota DPRD Nunukan berbanding terbalik dengan kehidupan saya sebelumnya sebegai pengusaha,” ungkapnya.
Sebagai pengusaha kayu gaharu, Gat mengaku dulu dia bisa tiap bulan berangkat ke Jakarta karena memiliki cukup banyak uang.
“Biar 20 atau 30 kali rapat tetap tunjangan diterima Rp 157 ribu, saya sampaikan ini agar adik-adik mahasiswa tahu berapa penghasilan dewan,” ujarnya.
Anggota DPRD asal Krayan ini menjelaskan juga, kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) Nunukan sebesar 200 persen yang dipersoalkan di media sosial dan mahasiswa, berlaku pada objek pajak yang sebelumnya hanya membayar PBB Rp30.000 per tahun.
“Menang ada keputusan kenaikan PBB, tapi khusus untuk pembayaran pajak di bawah Rp 30.000 per tahun, sedangkan PBB yang sebelumnya diatas Rp 30.000 per tahun tidak naik,” bebernya.
Masyarakat yang di tahun sebelumnya membayar PBB Rp10 ribu naik jadi Rp 30.000 per tahun, begitu pula yang membayar PBB Rp20.000 naik menjadi Rp30.000, sedangkan PBB yang sebelumnya Rp40.000 per tahun dan seterusnya tidak mengalami kenaikan.
Kenaikan PBB di Kabupaten Nunukan tersebut telah dibatalkan Bupati Nunukan, setelah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menerbitkan Surat Edaran (SE) tertanggal 24 Agustus 2025 yang isinya meminta kepala daerah di seluruh Indonesia untuk mengevaluasi kenaikan pajak.
“Tepat dua hari setelah terbitnya SE Kemendagri, Pemerintah Nunukan memutuskan membatalkan kenaikan pajak. Bagi masyarakat sudah terlanjur bayar pajak akan dikonversi ke pembayaran pajak tahun berikutnya,” ungkap Gat Kalep.
Penulis : Budi Anshori | Editor : Intoniswan
Tag: DPRD Nunukan