Anggota DPRD Nunukan Minta Monitoring Dilakukan 2 Kali  Dalam Setahun

Anggota DPRD Nunukan dari Dapil Sebatik, Burhanuddin, Andre Pratama, Hj Nursan, Hj Nikmah, Hj Nadia, Hamsing melakukan monitoring LKPJ Bupati Tahun 2021 di Sebatik. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Anggota DPRD Nunukan dari Dapil Sebatik, Andre Pratama mengatakan, pengawasan atas pelaksanaan pembangunan yang hanya dilakukan sekali setahun, yakni setelah kepala daerah menyampaikan Laporan Kerja Pertanggungjawaban (LKPj) tidak maksimal.

“Selama ini monitoring DPRD hanya satu kali dan itu pun setelah pekerjaan selesai. Jujur kami merasa kurang maksimal dalam tugas pengawasan,” ucap Andre Pratama setelah melaksanakan monitoring Laporan Kerja Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati tahun 2021, pada Niaga.Asia, Rabu (6/4/2022).

Beberapa program pembangunan fisik yang telah terealisasi 100 persen diantaranya adalah, pembangunan rehab ruang kelas belajar, pengadaaan meubelair, konstruksi jalan loros, pembangunan sumur bor hingga jalan tani termasuk rumah embung Lapeo.

“Rata-rata kegiatan fisik berjalan sesuai rencana, tidak ditemukan adanya penyimpangan ataupun proyek rusak,” katanya.

Menurut Andre, agar pengawasan lebih maksimal, pemerintah kiranya bisa memberikan tugas lebih besar lagi kepada DPRD dengan menjadwalkan monitoring dimulai dari ketika pekerjaan dilaksanakan dan setelah pekerjaan dinyatakan selesai.

Sebagai contoh, pekerjaan pengembangan jaringan pipa distribusi di Desa Setabu, Sebatik, dengan nilai kontrak kerja Rp 4,7 miliar  lebih tidak dapat maksimal diawasi karena monitoring dilaksanakan setelah semua pekerjaan selesai.

DPRD dalam monitoring kesulitan memastikan apakah ukuran jaringan pipa sudah sesuai kontrak kerja, begitu pula jika bicara soal kualitas bahan yang digunakan, semua pipa yang tertimbun dalam tanah tidak mungkin lagi bongkar.

“Kita maunya pengawasan jadi barometer keberhasilan kegiatan, kalau proyek dalam tanah sulit kita menilai kualitasnya kan,” tuturnya.

Karena itulah, DPRD meminta kepada pemerintah agar di tahun-tahun berikutnya lebih memaksimalkan pengawasan dewan dengan menambah jadwal monitoring minimal 2 kali dalam satu tahun.

Usulan penambahan jadwal monitoring, tutur Andre, bukanlah hal mustahil sebab, di beberapa daerah sudah menerapkan sistem ini,  mekanisme kerja seperti ini akan lebih baik karena pekerjaan terawasi sejak dimulai hingga akhir.

Catatan lainnya dalam monitoring adalah, sekolah – sekolah yang menerima pengadaan meubelair agar memperhatikan kualitas dan mutu, jangan terima jika pekerjaan kursi dan meja tidak sesuai harapan.

Sebab, kata dia, ditemukan ada sejumlah meja kayu rusak atau pecah ketika diserahkan ke kontraktor kepada sekolah, rendahnya mutu ini perlu diperhatikan bersama dan menjadi peringatan keras bagi pihak pengusaha.

“Kita suka masyarakat dapat pekerjaan pengadaan meja dan kursi, tapi kalian harus perhatikan kualitasnya, jangan asal jadi barangnya,” tuturnya.

 Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau 

Tag: