Ani Membiayai Anaknya Kuliah dari Berdagang Asongan di Pelabuhan Nunukan

Sejumlah pedagang asongan  mengais rezeki dalam kawasan di pelabuhan Tonon Taka Nunukan. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA – Perempuan paruh baya itu sehari-hari dipanggil Ani. Dia termasuk pedagang asongan paling senior dari puluhan pedagang yang berusaha menjajakan makanan dan minuman, baik di luar pagar pelabuhan Tunon Taka Nunukan maupun pada saat tertentu berusaha masuk ke dalam kawasan pelabuhan hingga ke dermaga, bahkan naik ke kapal, meski sudah mengetahui dilarang operator pelabuhan, PT Pelindo Nunukan.

Bagi Ani, saat sudah lolos masuk ke dalam kawasan, kemudian digiring lagi oleh petugas untuk keluar, sudah hal biasa dan tidak pernah dipersoalkannya.

“Saat ketahuan berdagang dalam kawasan pelabuhan, disuruh keluar sama petugas, ya saya keluar. Nanti saat ada mobil pick-up atau truk masuk ke dalam pelabuhan, saya menyelinap lagi masuk menumpang mobil pick-up atau truk,” kata Ani ketika bertemu Niaga.Asia, Jum’at (29/07/2022).

Menurut dia, ada tiga cara yang dipakai pedagang asongan masuk ke dalam pelabuhan. Pertama, menyelinap naik truk atau mobil pick-up pengangkut barang yang akan masuk pelabuhan. Kedua, menyelinap lewat pintu resmi saat petugas sibuk mengatur dan mengawasi penumpang dan barang, baik yang baru turun maupun yang akan naik ke kapal. Ketiga, masuk ke dalam pelabuhan lewat laut dengan menyewa speedboat dari pelabuhan tradisional Haji Putri.

“Pernah saya sudah lolos masuk ke dalam pelabuhan, tapi diminta petugas keluar pelabuhan, saya ikuti, tapi nanti setelah agak tenang masuk lagi menyelinap, pokoknya pintar-pintar menjaga dirilah,” ucapnya.

Menurut Ani, biasanya dia bersama pedagang asongan lainnya, masuk ke dalam kawasan pelabuhan pagi-agi sekali, abis salat  subuh, atau sebelum ada petugas masuk kerja dan aktifitas pelabuhan dimulai.

“Terkadang ada petugas baik hati “membiarkan” kami ada dalam pelabuhan. Mungkin petugas itu tidak tega melihat kegigihan pedagang nekat masuk pelabuhan,” ungkap Ani yang sudah berjualan 19 tahun di kawasan pelabuhan.

Saat kedatangan dan keberangkatan kapal penumpang dari dan ke Parepare, adalah masa “panen” pedangan asongan di Pelabuhan Tunon Taka Nunukan. Omset pedangan rata-rata Rp1 juta rupiah.  (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

Waktu yang paling diincar pedagang asongan bisa berjualan dalam pelabuhan ketika kapal penumpang dari Parepare, Sulawesi Selatan datang maupun akan berangkat lagi ke Parepare.

Ani adalah pedagang asongan khusus berjualan minuman, es sirup. Dari itu dia harus membawa termos air dan es batu. Segelas sirup dijualnya Rp10 ribu. Jika penumpang banyak dan dagangan habis, Ani mengaku bisa membawa uang  pulang ke rumah dari berjualan es sirup sekitar Rp 1 juta lebih.

“Jum’at lalu saya diusir dan barang diambil petugas dibawa naik gerobak keluar, tapi saya berusaha lagi masuk pelabuhan, eh ketemu lagi sama petugas itu,” ujarnya setengah tertawa.

Ani mengaku dirinya dan teman-teman pedagang lainnya, mengetahui ada larangan bagi pedagang asongan berjualan di dalam pelabuhan. Dari itu, lanjutnya, ketika pedagang sudah lolos masuk pelabuhan, kemudian ketahuan dan diperintahkan keluar oleh petugas, adalah hal biasa.

“Kami merasa biasa saja, tak ada kami pedagang menyimpan rasa dendam terhadap petugas. Petugas kan semata-mata menjalanakan tugasnya,” katanya.

Berjualan es sirup, kata Ani, dia menghidupi keluarganya, termasuk membiayai putrinya yang kini sedang menyelesaikan pendidikan diperguruan tinggi di pulau Jawa.

“Saya berjualan di pelabuhan ketika anak saya berusia 1 tahun, sekarang dia sudah kuliah. Anak saya kuliah dari uang jualan di pelabuhan,” paparnya.

Menurut Ani, dia memilih berjualan dengan cara diasong, karena tiak punya cukup uang atau modal menyewa kios yang ada di ruang tunggu terminal penumpang. Berjualan di kios resmi dalam kawasan pelabuhan belum tentu dapat uang banyak dibandingkan asongan.

“Penumpang kapal rata-rata “takut” belanja di kios resmi dalam pelabuhan, karena “takut” harga makanan dan minuman mahal. Sedangkan belanja sama pedagang asongan sudah pasti murah,” katanya.

Kios Bisa Disewa Patungan

Manager Operasional PT Pelindo (Persero) IV Nunukan, Damsi mengakui masih banyak pedagang asongan berjualan di kawasan terlarang ketika kapal penumpang sandar di pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Manager Operasional PT Pelindo (Persero) IV Nunukan, Damsi. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia) 

“Kalau ditanya berapa jumlah pedagang tidak tahu persis, tapi saya perkirakan masih sangat banyak,” kata Damsi pada Niaga.Asia, Jum’at (29/07/2022).

Sesuai peraturan kepelabuhan di Indonesia, pedagang asongan ataupun orang tidak berkepentingan dilarang masuk kawasan dermaga pelabuhan. Larangan ini semakin dipertegas ketika adanya kedatangan dan keberangkatan penumpang.

Untuk membendung masuknya pedagang asongan tiap kedatangan kapal, petugas jaga sudah berusaha semaksimal mungkin mengawasi tiap kedatangan kendaraan dan orang di pintu masuk pelabuhan.

“Tapi, kita jaga di depan pintu masuk,  pedagang masuk lewat belakang naik speedboat bayar Rp 10 ribu dari pelabuhan Haji Putri ke pelabuhan Tunon Taka,” tuturnya.

Pelarangan kegiatan perdagangan dalam kawasan pelabuhan tetap mengedepankan rasa kamanusiaan. Belum pernah ada kejadian pengusiran dengan kekerasan ataupun sampai membuang barang milik pedagang.

Tiap pedagang kedapatan berjualan diberikan peringatan lisan maksimal 3 kali, Jika pedagang yang bersangkutan tetap tidak mengindahkan larangan, maka dilakukan penyitaan barang dengan catatan tetap dikembalikan.

“Pernah petugas Pelindo dilaporkan ke di Polsek Nunukan gara-gara ribut sama ibu-ibu pedagang asongan, kasusnya sudah diselesaikan damai,” tutur Damsi.

Sejak kejadian itu, Pelindo Nunukan menghimbau dengan tegas,  pedagang dilarang masuk pelabuhan dan berjualan diatas kapal. Sikap tegas ini semata-mata demi keamanan aktivitas pelabuhan.

Untuk tetap memberikan pelayanan kepada penumpang dan ruang berusaha bagi pedagang dari kelompok UMK (Usaha Mikro dan Kecil),  kata Damsi, PT Pelindo Nunukan menyiapkan 20 unit kios di lantai dua terminal ruang tunggu penumpang yang cukup mewah untuk kelas pelabuhan.

“Sudah disiapkan kios, sewanya Rp 1,8 juta per unit, mungkin karena mahal kurang diminati. Dari 20 kios baru terisi 4 unit, semuanya berualan makanan dan minuman, serta rokok,” sebutnya.

Damsi meminta pedagang asongan sebaiknya menempati kios terminal pelabuhan yang masih menyisakan banyak ruang kosong, walaupun biaya sewa mahal, pedagang bisa menyewa secara patungan 3 atau 4 orang.

“Sebenarnya bayar sewa bisa patungan, cuma kebiasaan pedagang asongan ini maunya bebas berjalan ke mana-mana sampai masuk kapal,” bebernya.

Penulis: Budi Anshori | Editor: Rachmat Rolau

Tag: