APRL Nunukan Rapat Bahas Pungutan Rumput Laut Rp 100 Ribu per Truk

Pengurus Asosiasi Pedagang Rumput Laut Nunukan rapat bahas dugaan pungli dan mekanisme  baru pungutan Rp 100 ribu per truk. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA– Pengurus Asosiasi Pedagang Rumput Laut (APRL) Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menggelar rapat membahas pungutan rumput laut Rp 100 ribu per truk yang akan dikirim ke Sulawesi Selatan melalui Pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

“Saya tegaskan, penarikan Rp 100 ribu tidak diatur dalam AD/ART dan tidak pernah mendapat persetujuan dari asosiasi,” kata Ketua APRL Nunukan Kamaruddin pada Niaga.Asia, Rabu (24/08/2022).

baca juga:

Polisi Selidiki Dugaan Pungli Rumput Laut per Truk Rp100 Ribu

Haji Udin Benarkan Ada Pungutan Rumput Laut Rp100.000 per Truk

Menurut dia, pungutan tersebut dikelola oleh perseorangan tanpa melibatkan asosiasi. Pendapatan maupun pengeluaran uang pungutan menjadi tanggung jawab oknum memungut.

Karena itu, APRL Nunukan tidak berkenan memberikan perlindungan ataupun membantu mengatasi masalah yang sedang dihadapi oknum yang melakukan pungutan.

“Meski demikian, secara kemanusian, asosiasi tetap menghargai oknum tersebut. Pengelola dan penerima uang pungutan tersebut, juga bagian dari anggota asosiasi,” ujar Kamaruddin.

Terkait uang pungutan rumput laut  itu, Kamaruddin menyebutkan bahwa seluruh anggota APRL Nunukan tetap bersedia membayar Rp 100 ribu dengan catatan uang tersebut masuk dalam kas asosiasi, bukan dikelola orang pribadi.

Selanjutnya, pengurus dan anggota meminta pendapatan dari uang pungutan dilaporkan tiap tahun dan tiap penggunaannya melalui persetujuan rapat, terkecuali pengeluaran dalam keadaan mendesak darurat.

“Anggota asosiasi tetap bersedia membayar Rp 100 tiap truk, tapi uangnya tidak dikelola pribadi layaknya kejadian terdahulu,” bebernya.

Hal lainnya dibahas dalam rapat adalah menyangkut perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) kepengurusan agar dilakukan revisi dengan menambahkan poin penjelasan bahwa pungutan menjadi uang kas asosiasi.

Revisi AD/ART dipandang penting agar segala hal menyangkut pungutan yang diambil terhadap rumput laut baik untuk tiap truk bermuatan rumput laut masuk pelabuhan ataupun iuran wajib pengurus menjadi legal dilindungi aturan.

“Pungutan Rp 100 ribu bisa dikatakan pungli kalau tidak diatur dalam AD/ART, makanya hati-hati menerima pendapatan begini,” bebernya.

Dengan adanya kesepakatan membayar Rp 100 ribu per truk, Kamaruddin dalam waktu dekat berjanji akan menyusun draf perubahan AD/ART dan membuat aturan terkait tata cara pengambilan uang pungutan.

Beberapa pengurus asosiasi nantinya ditugaskan menerima uang pungutan rumput laut sekaligus membuat laporan berkala menyangkut penerimaan dan pengeluaran tiap bulannya.

“Asosiasi hanya mengurus pungutan Rp 100 ribu, untuk pembayaran retribusi masuk pelabuhan silahkan masing-masing pemilik rumput laut bayar langsung ke PT Pelindo,” terangnya.

Pemisahan pembayaran pungutan Rp 100 ribu dengan retribusi PT Pelindo harus dilakukan agar tidak lagi mengundang kecurigaan adanya pungli, sebagaimana kebiasaan yang sudah berjalan bertahun-tahun di pelabuhan Tunon Taka Nunukan.

Mekanisme pembayaran terpisah ini akan diterapkan setelah asosiasi menunjuk petugas lapangan. Asosiasi juga meminta semua masyarakat ikut mengawasi transaksi-transaksi diduga pungli lainnya.

“Kita mau tata asosiasi ini, jangan lagi ada kalimat dugaan pungli di pelabuhan,” pungkas Kamaruddin.

Penulis : Budi Anshori | Editor : Rachmat Rolau

Tag: