AS dan Inggris Ancam Sanksi Elit Moskow Jika Rusia Serang Ukraina

Gambar menunjukkan kendaraan tempur infanteri BMP-3 Rusia selama latihan yang diadakan oleh angkatan bersenjata Distrik Militer Selatan di jajaran Kadamovsky di wilayah Rostov, Rusia 27 Januari 2022. (Foto : REUTERS/Sergey Pivovarov)

WASHINGTON.NIAGA.ASIA – Amerika Serikat dan Inggris berencana memberikan sanksi elit Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin dengan melakukan pembekuat aset dan larangan bepergian, apabila Rusia memasuki wilayah Ukraina. Demikian pernyataan Washington dan London pada Senin di tengah ketegangan yang juga meluas di lingkup PBB.

Inggris mendesak Putin untuk “mundur dari jurang” setelah penumpukan pasukan Rusia di dekat Ukraina memicu kekhawatiran perang, dan memperingatkan setiap serangan akan memicu sanksi terhadap perusahaan dan orang-orang yang dekat dengan Kremlin.

“Orang-orang yang telah kami identifikasi berada di atau dekat lingkaran dalam Kremlin dan memainkan peran dalam pengambilan keputusan pemerintah atau setidaknya terlibat dalam perilaku destabilisasi Kremlin,” kata juru bicara Gedung Putih Jen Psaki kepada wartawan, dikutip niaga.asia dari Reuters.

Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss mengatakan Undang-undang yang direncanakan akan memberi London kekuatan baru untuk menargetkan perusahaan yang terkait dengan negara Rusia.

Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut peringatan Inggris “sangat mengganggu,” dengan mengatakan itu membuat Inggris kurang menarik bagi investor dan akan merugikan perusahaan Inggris.

“Sebuah serangan oleh negara tertentu terhadap bisnis Rusia menyiratkan tindakan pembalasan, dan tindakan ini akan dirumuskan berdasarkan kepentingan kami jika perlu,” kata Peskov.

Sejak jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, London telah menjadi surga pilihan bagi aliran uang dari Rusia dan bekas republik Soviet lainnya. Pendukung transparansi telah lama meminta Inggris untuk lebih tegas tentang aliran keuangan ilegal.

Ketegangan antara Rusia dan Amerika Serikat diperlihatkan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Senin, di mana pertemuan yang diminta AS tentang penambahan pasukan Moskow memungkinkan untuk tatap muka publik atas krisis tersebut.

Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengatakan “tidak ada bukti” Moskow merencanakan aksi militer dan bahwa Rusia tidak pernah mengkonfirmasi pernyataan Barat bahwa mereka telah mengumpulkan 100.000 tentara di dekat tetangganya.

Vassily mengatakan pembicaraan perang AS adalah “provokatif”, bahwa Rusia sering mengerahkan pasukan di wilayahnya sendiri, dan bahwa krisis Ukraina adalah masalah domestik.

“Provokasi itu dari Rusia, bukan dari kami atau anggota dewan lainnya,” kata sanggah Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield.

China mendesak semua pihak untuk tidak memperburuk situasi dan mengatakan tidak memandang pasukan Rusia di dekat perbatasan sebagai ancaman.

Meskipun Rusia, yang merebut Krimea dari Ukraina pada tahun 2014 dan mendukung pemberontak pro-Rusia yang memerangi pasukan pemerintah di Ukraina timur, membantah merencanakan serangan lebih lanjut, namun menuntut jaminan keamanan termasuk janji NATO tidak akan pernah mengakui Ukraina.

Sementara itu, para pemimpin melanjutkan dorongan diplomatik mereka dengan panggilan telepon dan pertemuan untuk mencoba meredakan situasi.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson dijadwalkan melakukan perjalanan ke Ukraina pada hari Selasa untuk bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.

Kontak telepon antara Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Putin, keduanya mengatakan mereka ingin mempertahankan dialog tentang penerapan perjanjian Minsk mengenai Donbass, sebuah wilayah di Ukraina timur di mana Moskow telah mendukung pejuang separatis.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov diperkirakan akan berbicara melalui telepon dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada hari Selasa, kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri.

Uang Rusia di Luar Negeri

Penentang Putin telah lama mendesak Barat untuk menekan uang Rusia, meskipun oligarki dan pejabat Rusia terus memamerkan kekayaan di tujuan paling mewah di Eropa.

“Kroni-kroni Putin tidak akan lagi dapat menggunakan pasangan mereka atau anggota keluarga lainnya sebagai proxy untuk menghindari sanksi,” kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden, yang berbicara dengan syarat anonim.

“Sanksi akan memutuskan mereka dari sistem keuangan internasional dan memastikan bahwa mereka dan anggota keluarga mereka tidak lagi dapat menikmati keuntungan memarkir uang mereka di Barat dan kuliah di universitas elit Barat,” sebutnya lagi.

Inggris telah memberlakukan sanksi terhadap sekitar 180 orang dan 48 entitas sejak Rusia mencaplok Krimea, termasuk enam orang yang dikatakan dekat dengan Putin. Sanksi tersebut memungkinkan Inggris untuk melarang orang masuk dan membekukan aset mereka.

Uni Eropa, yang banyak di antaranya anggota NATO, juga mengancam “konsekuensi politik yang kuat dan biaya ekonomi yang besar” bagi Rusia atas setiap serangan baru ke Ukraina.

Beberapa negara NATO, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, telah mengirim senjata ke Ukraina, meskipun mereka telah mengesampingkan pengiriman pasukan ke sana untuk berperang.

Polandia mengatakan telah menawarkan tetangga Ukraina puluhan ribu amunisi, dan sedang menunggu jawaban. Gedung Putih pada Senin menuduh Rusia mengirimkan pasukan ke Belarus, yang menjadi tuan rumah latihan Rusia dan berbatasan dengan Polandia dan Ukraina.

Ketergantungan Eropa pada pasokan energi Rusia melemahkan pihak negara Barat. Amerika Serikat telah meminta produsen gas terkemuka Qatar dan eksportir besar lainnya untuk mempelajari apakah mereka dapat memasok lebih banyak ke Eropa.

Presiden AS Joe Biden bertemu dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani pada hari Senin di Kantor Oval dan mengatakan dia berencana untuk menunjuk negara Timur Tengah itu sebagai sekutu utama non-NATO.

Sumber : Kantor Berita Reuters | Editor : Saud Rosadi

 

Tag: