Asap Bukan dari Karhutla di Lahan Pertanian Masyarakat Dayak

aa
Sekretaris Dewan Adat Besar Krayan Hulu Gat Khaleb. (Foto Budi Anshori/Niaga.Asia)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Sekjen Dewan Adat Besar Krayan Hulu, Kalimantan Utara, Gat Khaleb meminta para tokoh politik dan pejabat negara jangan mengalihkan isu kabut asap dengan bersepekulasi mengarahkan kesalahan kepada masyarakat pedalaman.

“Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bukan berasal dari budaya masyarakat Dayak dalam bertani. Jangan membuat peryataan menuding seolah-olah kabut asap disebabkan pembakaran hutan oleh petani dan masyarakat pedalaman, ” kata Gat Khaleb dalam rilisnya yang diterima Niaga.Asia, Selasa (17/9/2019).

Kabut asap yang menyelimuti Indonesia hingga Malaysia jauh dari kesalahan petani masyarakat pedalaman. Sangat mustahil hanya karena pembakaran lahan seluas 1 hingga 2 hektar menyebabkan kabut asap seperti saat ini.

“Kebakaran hutan dalam jumlah luas milik beberapa perusahaan lebih masuk akal dikatakan sebagai penyebab kabut. Oleh karena itu, tidaklah etis bagi pejabat negara yang berusaha menutupi kesalahan para pengusaha dengan mengkambing hitamkan masyarakat kecil,” ujarnya.

Diterangkan, masyarakat Dayak di pedalaman  membakar lahan dalam luasan terbatas, hanya sekedar mencari makan untuk berkebun, itu pun sangat terkendali, beda dengan pengusaha perkebunan membahar hutan untuk kepentingan besar usaha.

Gat Khaleb mengatakan, meski warga Dayak membakar hutan, penduduk pedalaman sangat  memperhitungkan kelestarian hutan, lahan-lahan milik  masyarakat sekedar  untuk makan sehari-hari dan tidak untuk usaha besar.

Hutan bagi warga pedalaman ibarat tanjung kehidupan, tanpa mengambil sebagian lahan hutan, mereka tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidup dan cara ini telah ada sejak leluhur kami ratusan tahun lalu.

“Mau punya kebun dan sawah tebang hutan, mau makan ikan memancing di sungai, mau makan daging beternak, begitulah kenyataan hidup kami di desa,”beber Gat Khaleb.

Menurutnya, dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tidak  dijelaskan perbedaan  obyek hukum antara petani yang cari makan dengan memanfaatkan lahan hutan dengan lahan milik pengusaha besar. Cara bercocok tanam masyarakat pedalaman dengan membakar lahan telah ada ratusan tahun lalu, nenek moyang kami mengajarkan cara itu dan tidak pernah ada permasalahan kabut asap.

“Fenomena kabut asap baru muncul berapa tahun ini, sedangkan kami ratusan lalu melakukan pembakaran dan terbukti dulu-dulunya tidak ada kabut asap,” jelasnya.

Gat  Khaleb meminta, pemerintah jangan membentuk isu-isu menyesatkan yang menimbulkan gagal paham terhadap fenomena kabut asap, tidak harus melemparkan permasalahan kepada masyarakat tertentu yang nantinya membuat kekecewaan masyarakat pedalaman.

Kabut asap yang disebabkan pembukaan ladang masyarakat  tidak  signifikan menyumbang bencana asap, jangan sesatkan cara berpikir masyarakat hanya demi kepentingan tertentu penguasa dan pengusaha.

“Bijaklah dalam menyampaikan sesuatu dan jangan mengkaburkan kenyataan dengan menuding masyarakat dayak dan warga pedalaman sebagai penyebab asap ini,” cetus Gat Khaleb. (001)

 

Tag: