Asmin Laura: Keuangan Nunukan Masih di Posisi Defisit

aa
Bupati Nunukan, Hj Asmin Laura Hafid didampingi Sekda Nunukan, Serfianus menjawab pers. (Foto Budi Anshori)

NUNUKAN.NIAGA.ASIA-Memasuki 4 tahun masa kepemimpinan sebagai kepada pemerintahan, Bupati Nunukan Hj. Asmin Laura menilai keuangan daerah masih pada posisi defisit dengan beban utang dibeberapa kegiatan fisik yang mengharuskan pembayaran.

“APBD Nunukan masih defisit, pemangkasan anggaran harus dilakukan untuk mengurangi beban keuangan daerah,” ucap Bupati Nunukan usai menghadiri sidang paripurna DPRD Nunukan, Kamis (13/06). Meski dalam pososi defisit, Pemerintah Nunukan tetap berupaya membayar sisa-sisa utang pekerjaan yang telah dikerjakan tahun sebelumnya, pembayaran bertahap adalah cara kita menyelesaikan semua tunggakan utang.

Untuk membatasi pengeluaran APBD, kita telah mengintruksikan kepada Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait agar kegiatan yang telah diprogramkan tetap berjalan sesuai dengan kondisi dan keadaan keuangan daerah yang siap. “Keterbatasan keuangan membatasi pemerintah mengabulkan beberapa usulan di tiap Musrembang yang jika ditotal mencapai Rp16 tiliun pertahun,” sebutnya.

Dengan kemampuan yang terbatas, Bupati bersama OPD membuat filter dan skala prioritas disemua instansi pemerintah daerah dalam hal penggunaan anggaran, namun pengurangan tetap disesuaikan dengan RPJMD. Upaya OPD memaksimalkan sumber pendapatan seperti penarikan retribusi dan pajak sering menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, padahal jauh-jaih sebelumnya telah disosialisasikan berdasarkan peraturan daerah (Perda). “Begitu ada riak pada pengutan pajak, saya minta OPD mengevalausi aturan, makanya jangan heran banyak Perda belum berjalan maksimal,” tuturnya.

Perubahan Peratuan Menteri Keuangan (PMK) terhadap penggunaan keuangan yang terus berubah tiap tahun terkadang mempersulit pemerintah melaksanakan pembangunan, terkadang program sudah berjalan dan telah lelang, namun transper keuangan pusat belum jalan.

Sistem keuangan yang cendrung berubah-rubah sedikit menggangu berjalannya pembangunan, dilain sisi, pemerintah membutuhkan segera pekerjaan diselesaikan, sedangkan keuangan pusat hingga akhir tahun belum ditransper. “Perhitungan uang kita segini, tiba-tiba dana tidak ditransper pusat, akhirnya muncullah utang piutang pekerjaan dan menjadi beban tahun berikutnya,” jelasnya.

Sebagai contoh, pekerjaan fisik yang dikeleloa instansi teknis Dinas Pekerjaan Umum Nunukan masih menyisakan utang antara 60 sampai Rp 80 miliar, belum lagi utang di instansi lainnya yang semuanya minta dibayarkan tahun 2019.

Dengan beban utang cukup besar, pemeritah tetap berusaha mengalokasikan 20 persen untuk kegiatan kesehatan dan pendidikan, pengalokasian yang wajib tersebut tidak mungkin dikesampingan hanya karena pelunasan utang. “Kesehatan, pendidikan dan dana desa harus tetap 20 persen, pengalokasian ini juga menyangkut laporan pemerintah untuk audit keuangan BPK perihal alokasi khusus untuk kegiatan wajib,” ungkapnya. (002)