Atasi Kendala Angkutan, Pedagang Usulkan Kapal Khusus Pengangkut Rumput Laut

aa
Rumput laut dari Nunukan dikapalkan ke Pare-Pare, Sulawesi Selatan. (Foto Diskominfotik Nunukan)

ADALAH Pak Joko Cotoni, salah seorang pedagang rumput laut yang sudah lebih dari 6 tahun melakukan bisnis rumput laut di Nunukan.  Awalnya dulu Pak Joko adalah perwakilan dari pabrik dan sekaligus eksportir rumput laut di Surabaya.  Sekarang sudah mandiri bermitra dengan para eksportir maupun pabrik yang ada di Makassar dan Surabaya.

Menurut Pak Joko, setidaknya ada 5 kapal yang rutin melakukan pengangkutan rumput laut Nunukan ke Pare-Pare dan Makassar.

  1. Kapal Thalia 4.500 karung setiap Minggu, atau 18.000 karung per bulan.
  2. Kapal Pelni Lambelu setiap 2 minggu 2.000 karung atau 4.000 per bulan.
  3. Kapal Pelni Bukit Siguntang setiap 2 minggu 2.000 karung atau 4.000 per bulan.
  4. Kapal kayu 1 setiap 2 Minggu ada 3.000 karung, atau 6.000 sebulan.
  5. Kapal kayu 2 setiap 2 Minggu ada 2.500 karung, atau 5.000 sebulan.

Dari 5 kapal pengangkut ke Pare-Pare dan atau ke Makassar tersebut ada sekitar 37.000 karung pernah bulan.  Kalau setiap karung berisi rata-rata 90 kg/per karung, maka ada 3.330 ton per bulan. Produksi rumput laut Nunukan terjadi secara kontinyu sepanjang tahun, setiap bulan bahkan setiap hari.

Setiap saat selalu ada permintaan dan pengiriman keluar daerah dan sangat diperlukan armada kapal keluar.  Selama ini kapal angkutan utama yang digunakan adalah kapal penumpang, misalnya kapal Thalia, kapal Pelni Lambelu dan Bukit Siguntang.  Hanya 2 kapal kayu yang khusus untuk barang, namun sebenarnya untuk hasil perikanan (rumput laut) harus dikhususkan perijinannya.

Pada saat tertentu seperti ketika hari raya, perayaan natal dan  tahun baru, ada peningkatan jumlah penumpang. Biasanya pihak kapal akan mengutamakan penumpang dari pada barang berupa rumput laut. Karena itu pengangkutan rumput laut dikurangi, sehingga terjadi penundaan kirim, penumpukan barang di gudang-gudang petani. Hal ini akan berakibat pada menurun atau bahkan terhentinya pembelian rumput laut di tingkat petani.  Ini bisa berakibat pada menurunnya harga rumput laut di tingkat petani. Keadaan ini akan menyusahkan baik petani maupun pedagang, yaitu cashflow-nya  melambat,  timbulkan tambahan biaya gudang, angkutan dan tenaga), harganya menurun,  dan seterusnya.

Tentang ongkos angkutan kapal ini dari Pelabuhan Nunukan ke Pare-Pare biasanya dihitung per satuan karung.  Nilainya  bervariasi  :

  1. Kapal Thalia Rp 39.000 per karung, tidak termasuk ongkos bongkar dari truk ke kapal.
  2. Kapal Pelni (KM. Lambelu dan Bukit Siguntang) Rp 43.000 per karung, sudah termasuk ongkos buruh menurunkan ke kapal.
  3. Kapal Kayu dengan biaya Rp 35.000 per karung. Harga paling murah, namun sering dihindari para eksportir karena resikonya besar,  asuransi tidak ada, apalagi jika musim gelombang seperti sekarang ini.   Selain itu terkadang kapal kayu ini agak lambat bongkar barangnya di pelabuhan Makassar, karena pelabuhan lebih mendahulukan kapal penumpang terlebih dahulu, serta kapal yang sudah mendaftar untuk bongkar di pelabuhan.

Sekarang ada alternatif baru yang cukup memberikan solusi bagi para pedagang rumput laut Nunukan,  yaitu adanya Kapal Barang KM Siti Nurhaliza.  Kapal ini sebenarnya muatan utamanya adalah beras dari Makassar ke Balikpapan dan Berau.

aa
Komoditi rumput laut Nunukan menggairahkan ekonomi lokal. (Foto Diskominfotik Nunukan)

Meskipun biaya angkutannya lebih tinggi,  yaitu Rp 50.000 per karung,  pedagang diuntungkan karena tenaga bongkar, truk hingga gudang tujuan di pelabuhan Makassar  sudah termasuk di dalamnya.  Bahkan kapal ini menjamin jika ada barang yang hilang atau berkurang.

Pihak KM Siti Nurhaliza ini menawarkan setidaknya 3 jenis kapal,  yaitu yang ukurannya 5.000 karung,  3.000 karung dan yang agak kecil dengan kapasitas 1.500 karung.  Siklus pengangkutannya sekitar sebulan sekali dengan lama pelayaran dari Nunukan ke Makassar sekitar 5 hari.  Jika ketiganya bisa dioperasikan maka ada peluang tambahan kapasitas angkutan 9.500 karung setiap bulan.

Tentu dengan adanya armada kapal tambahan ini akan mengurangi terjadinya penumpukan antrian truk untuk memasuki pelabuhan, karena jadwal pengangkutan tidak bertumpu pada kapal tertentu.  Sering terjadi pedagang berebutan jatah pengangkutan di kapal tertentu yang ada,  karena kontrak dan janjinya kepada pihak pembeli.

Sebenarnya ini menjadi peluang bagi Pemda atau Perusda jika mau membantu petani dan pedagang rumput laut Nunukan.  Yaitu dengan menyediakan kapal khusus angkutan rumput laut ke Makassar dan Surabaya, atau tujuan lainnya.  Setidaknya jika tersedia kapal sejenis Roro dengan kapasitas munimal 10.000 karung,  dengan siklus 2 kali sebulan,  pasti sudah sangat membantu.

Jika tarif biaya angkutan Rp 50.000 per karung maka setiap tripnya dengan kapasitas  10.000 karung per trip ada pemasukan sebesar Rp 500 juta.  Dalam sebulan 2 trip maka ada pemasukan Rp 1 milyar per bulan.  Tentu saja pada saat kembali dari Makassar atau dari Pare-pare ke Nunukan akan banyak barang yang bisa dibawa.  Dan ini adalah tambahan pendapatan lagi bagi kapal milik Perusda tersebut.  Tentu ini akan menambah kepastian penjualan bagi para pedagang, sehingga arus barang keluar akan semakin lancar. [Penulis, Dian Kusumanto adalah Kadis Kominfo dan Statistik Kabupaten Nunukan]