Atasi Permasalahan Gula Nasional, Amin : Perlu Kebijakan yang Kuat dan Tegas

Anggota Komisi VI DPR RI Amin. Foto: Azka/nvl

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Anggota Komisi VI DPR RI Amin mendesak pemerintah untuk segera mengatur kebijakan yang kuat dan tegas jika ingin melakukan pembenahan terhadap industri gula nasional. selama ini pangkal permasalahan pergulaan adalah nihilnya aturan mengikat, sehingga hal tersebut selalu dimanfaatkan oleh para pemburu rente untuk mengambil keuntungan pribadi ataupun kelompok.

Hal tersebut diungkapkan Amin dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI dengan para Direktur Utama PTPN di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/9/2021).

Ia juga mendesak pemerintah yang saat ini sedang berupaya membentuk holding pabrik gula bernama Sugar Company (SugarCo) untuk menyampaikan roadmap mengenai kebijakan swasembada gula nasional kepada DPR.

Upaya swasembada gula nasional itu hanya bisa dilakukan jika persoalan industri gula nasional diselesaikan dari hulu hingga ke hilir. Swasembada gula nasional ini juga erat kaitannya dengan kemampuan daya saing gula domestik dan keberlanjutan produksi bahan baku di dalam negeri.

“Jadi kalau pemerintah mau melakukan swasembada gula di tahun 2025, maka segera sampaikan ke DPR roadmap-nya,” jelasnya.

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini pun menjelaskan contoh paling nyata dari ketidak tegasan aturan pemerintah mengenai pergulaan nasional yakni dalam Pasal 74 Undang-Undang UU Nomor 39 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa setiap unit pengolahan hasil perkebunan tertentu yang berbahan baku impor, wajib membangun kebun paling lambat tiga tahun setelah pusat pengolahannya beroperasi.

“Akan tetapi, aturan itu kemudian dianulir dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja. Dalam aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2021 Pasal 30 ayat 2 disebutkan unit pengolahan gula tebu berbahan baku impor dalam ketentuan ini tidak termasuk unit pengolahan gula rafinasi,” lanjutnya.

Akibat kebingungan tersebut, Amin mengatakan, para importir raw sugar itu menjadi terbebas dari kewajiban membangun perkebunan meskipun telah beroperasi puluhan tahun.

“Bagaimana perusahaan gula BUMN bisa bersaing dengan aturan seperti itu, dan bagaimana swasembada gula bisa dicapai?” heran Amin.

Politisi dapil Jawa Timur IV ini menerangkan, untuk menambal defisit neraca gula, harus dimulai dengan komitmen perluasan wilayah penanaman tebu. Dimana setidaknya memerlukan 400.000 bahkan sampai 700.000 hektar lahan untuk mencapai target tersebut.

Dijelaskan juga pentingnya terobosan teknologi untuk meningkatkan produktivitas tebu nasional yang setiap tahun kecenderungannya mengalami penurunan hingga hanya menghasilkan 2,1 juta ton pada 2020.

Amin menambahkan, kebijakan soal harga tebu pun tak kalah penting, karena kebijakan harga acuan kerap tak berjalan di lapangan karena tidak ada lembaga yang mengimplementasikan penindakan. Diketahui, rata-rata produksi gula nasional saat ini hanya berkisar 2,2 juta ton per tahun.

Adapun kebutuhan gula konsumsi rumah tangga per tahun mencapai sekitar 2,8 juta ton dan untuk industri 3,62 juta ton. Artinya kebutuhan impor bisa mencapai 4,22 juta ton setiap tahunnya.

“Impor pada tahap tertentu masih dibutuhkan, terutama untuk menjaga stabilitas harga. Namun pemerintah harus berani menjaga keseimbangan pasar kepentingan dalam negeri terutama keberlanjutan produksi dalam negeri dan kesejahteraan petani,” pungkas Anggota Badan Legislasi DPR RI ini.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: