Atasi Stunting dan Pengangguran, DPRD Kaltim Rekomendasikan Kebijakan Progresif

Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel pimpin Rapat Paripurna DPRD Kaltim penyampaian Laporan Akhir Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Kalimantan Timur Tahun 2024 dan Persetujuan  Laporan Akhir Pansus disahkan menjadi Rekomendasi DPRD Kaltim ke Pemprov Kaltim dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, Rabu (11/6/2025). (Foto Intoniswan/Niaga.Asia)

SAMARINDA.NIAGA.ASIA — DPRD Kaltim merekomendasikan agar Pemprov Kaltim membuat kebijakan yang lebih progresif dalam upaya mentasi masalah stunting dan pengangguran.

Rekomendasi tersebut disahkan DPRD Kaltim setelah menyetujui Laporan Akhir Panitia Khusus (Pansus) Pembahas Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Kalimantan Timur Tahun 2024  dalam Rapat Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ekti Imanuel, Rabu (11/6/2025).

Rapat Paripurna ke-17 ini diikuti 32 anggota dewan secara fisik, 5 anggota dewan lewat zoom meeting. Dihadiri juga oleh Wakil Ketua DPRD Kaltim Ananda Emira Moeis dan Yenni Eviliana, serta gubernur Kaltim yang diwakili Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Kaltim Sri Wahyuni.

Ketua Pansus Pembahas LKPJ Gubernur Kaltim 2024, Agus Suwandy dalam laporan akhir Pansus mencatat sejumlah capaian dan tantangan dalam pembangunan daerah, khususnya dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang berdaya saing.

“Pembangunan tahun 2024 dipandu oleh empat tujuan pembangunan, sebelas sasaran pembangunan, dan 29 indikator kinerja,” katanya.

Pansus menilai, pemerintah daerah perlu segera merumuskan kebijakan yang mampu menyasar akar persoalan pengangguran agar pertumbuhan ekonomi berdampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat.

Pansus mengungkapkan, pencapaian pembangunan manusia di Kalimantan Timur mengalami kemajuan, namun masih terdapat ketimpangan antardaerah, sehingga diperlukan kebiajakan yang progresif.

Lebih jauh, dialaporkan Pansus, stunting dinilai menjadi perhatian serius. Meskipun ditargetkan turun menjadi 12,83 persen pada tahun 2024, angka prevalensi stunting justru stagnan di angka 22,9 persen—lebih tinggi dari rata-rata nasional (21,5 persen).

“Kita masih jauh dari target. Penurunan stunting harus menjadi prioritas karena dampaknya jangka panjang dan tidak dapat dipulihkan. Pemerintah Provinsi harus segera menetapkan Peraturan Gubernur yang mengatur pedoman pencegahan dan penanganan stunting secara komprehensif,” tandas Pansus.

Sementara itu, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kaltim 2024 mencapai 5,14 persen, tertinggi di antara seluruh provinsi di Pulau Kalimantan. Kalimantan Utara, misalnya, hanya mencatat 3,19 persen.

“Ini menjadi paradoks di tengah fakta bahwa Kalimantan Timur menyumbang 48,4 persen PDRB Pulau Kalimantan. Sayangnya, tingginya PDRB tidak berbanding lurus dengan penurunan angka pengangguran,” terang Pansus.

Dalam aspek kesetaraan gender, realisasi Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kaltim tahun 2024 tercatat sebesar 66,97, di bawah rata-rata nasional.

Kemudian, berdasarkan data, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Timur tahun 2024 mencapai 78,79 atau tertinggi ketiga secara nasional, di atas rata-rata IPM nasional yang berada pada angka 75,02.

“IPM Kaltim terus menunjukkan tren meningkat selama lima tahun terakhir. Namun capaian ini tidak merata di semua kabupaten/kota,” ungkap Pansus.

Tiga kota di Kaltim, yakni Samarinda (83,11), Balikpapan (82,62), dan Bontang (82,49) mencatat IPM dengan status “Sangat Tinggi”. Sementara itu, tujuh kabupaten lainnya masih berada pada kategori “Tinggi”, bahkan tiga di antaranya yakni Mahakam Ulu (70,79), Kutai Barat (74,76), dan Penajam Paser Utara (74,94) masih berada di bawah angka rata-rata nasional.

“Ini menunjukkan masih adanya kesenjangan signifikan dalam hal akses pendidikan, layanan kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat,” kata Pansus.

Dalam dimensi pendidikan, lanjut Pansus, Harapan Lama Sekolah (HLS) di Kaltim secara umum mencapai 14,03 tahun atau melampaui angka nasional 13,21 tahun. Namun, masih ada dua kabupaten yang belum mencapai angka nasional, yakni Penajam Paser Utara (12,87) dan Mahakam Ulu (12,78).

Serupa dengan itu, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Kalimantan Timur berada di angka 10,02, lebih tinggi dibanding nasional (8,85). Namun, kedua kabupaten tersebut juga mencatat angka RLS yang rendah, yaitu 8,57 dan 8,50 tahun.

Kondisi kesehatan masyarakat pun menjadi perhatian. Meskipun angka harapan hidup di Kaltim mencapai 75,03 di atas nasional (74,15) semua kabupaten mencatat realisasi di bawah angka nasional. Terendah tercatat di Penajam Paser Utara (72,04), disusul Berau (72,59) dan Kutai Kartanegara (72,94).

Tiga indikator pembentuk IDG yakni kontribusi pendapatan perempuan (24,57 persen), keterwakilan perempuan di parlemen (21,82 persen), serta tenaga profesional perempuan (48,03 persen), seluruhnya masih tertinggal dari capaian nasional.

Pansus juga mencatat meningkatnya ketimpangan gender berdasarkan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) yang naik menjadi 0,441, lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

“Kenaikan ketimpangan ini disebabkan oleh penurunan capaian pada dimensi pemberdayaan dan kesehatan reproduksi perempuan, salah satunya karena rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen,” jelasnya.

Penulis: Nai | Editor : Intoniswan | ADV DPRD Kaltim

Tag: