Atasi Tata Kelola Pangan Nasional, Said Abdullah Tawarkan 7 Langkah

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI M.H. Said Abdullah. Foto: Jaka/Man

JAKARTA.NIAGA.ASIA-Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah menyarankan tujuh langkah kepada pemerintah agar bisa menangani permasalahan tata kelola pangan rakyat saat ini. Di tengah problem kelangkaan pangan yang sempat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

Pertama, menurut Said, pemerintah perlu menyusun peta jalan kebijakan pangan nasional secara akurat. Kedua, pemerintah harus membuat sistem logistik nasional yang terintegrasi, terkoneksi dengan berbagai pihak, baik di pusat dan daerah, dengan pendekatan lintas sektor.

“Sistem itu harus mampu memberikan peringatan dini atas potensi persoalan rantai pasok pangan. Pembangunan sistem logistik pangan ini sekaligus memudahkan pendataan bagi berbagai instansi untuk pajak, bea dan cukai, dan lain-lain,” kata Said dalam keterangan tertulisnya, Rabu (9/3/2022).

Ketiga, jelas Said, perlu adanya penguatan peran dan fungsi badan logistik seperti intervensi Bulog terhadap pasar perlu terus diperkuat. Penguatan Bulog, dengan meningkatkan volume dan keragaman stok pangan strategis tentu juga harus ditopang pula dengan sistem pergudangan baik modern, dan kecepatan distribusi yang efisien.

Langkah keempat, pelaksanaan operasi pasar sebagai penegakan hukum, pemerintah perlu melibatkan peran serta masyarakat luas.

Sementara itu, legislator dapil Jawa Timur XI itu menyarankan, Kementerian Perdagangan perlu meniru kepolisian dalam menjaga keamanan kampung dengan membentuk siskamling.

“Dalam hal pengawasan pangan rakyat, sangat baik bila Kementerian Perdagangan memiliki kekuatan rakyat yang terorganisir berperan serta aktif dalam pengawasan tata kelola pangan,” sebut Said.

Kelima, Kementerian Perdagangan perlu mengumumkan secara terbuka kepada publik perusahaan perusahaan yang tidak mematuhi Domestic Market Obligation (DMO) kelapa sawit. Serta melakukan penegakan hukum atas pelanggaran terhadap ketidakpatuhan DMO itu.

Langkah tegas menurut Said, perlu diambil oleh pemerintah agar dikemudian hari tidak ada lagi perusahaan perusahaan yang bisa berada di atas pemerintah.

Selanjutnya, lanjut Anggota Komisi XI DPR RI tersebut langkah keenam, karena tidak efektifnya kebijakan DMO dan DPO (Domestic Price Obligation) di lapangan, dan masih terus membumbung tinggi serta kelangkaan minyak goreng di banyak daerah, pemerintah harus menghentikan sementara ekspor kelapa sawit setidaknya sebulan agar ada kepatuhan sejumlah produsen besar untuk memenuhi kebutuhan sawit domestik.

Terakhir, masih kata Said, pemerintah perlu terus mengembangkan diversifikasi pangan rakyat. Kasus kelangkaan minyak goreng ini menunjukkan minyak goreng dari sawit menjadi produk yang seolah tidak ada subtitusinya.

“Ketergantungan kita terhadap minyak goreng sawit sangat tinggi. Padahal kita juga mengenal virgin coconut oil (VCO) atau minyak kelapa yang lebih sehat dari minyak sawit,” ucap Said.

Bahkan ia menilai, rakyat Indonesia sangat memungkinkan untuk mengurangi konsumsi minyak goreng karena mewarisi tradisi memasak dengan merebus dan membakar yang dipandang lebih sehat.

“Kelompok masyarakat perlu mengembangkan tradisi memasak itu. Industri juga dapat masuk untuk mengisi market dengan berbagai alat untuk merebus dan membakar bahan makanan dengan cara praktis,” pungkas Said.

Sumber : Humas DPR RI | Editor : Intoniswan

Tag: